1
RELIGI JAWA
Orang Jawa
percaya bahwa Tuhan adalah pusat alam semesta dan pusat segala kehidupan karena
sebelum semuanya terjadi di dunia ini Tuhanlah yang pertama kali ada. Tuhan
tidak hanya menciptakan alam semesta beserta isinya tetapi juga bertindak
sebagai pengatur, karena segala sesuatunya bergerak menurut rencana dan atas
ijin serta kehendak-Nya.
Pusat yang dimaksud dalam pengertian ini adalah sumber yang dapat
memberikan penghidupan, keseimbangan dan kestabilan, yang dapat juga
memberi kehidupan dan penghubung individu dengan dunia atas. Pandangan orang
Jawa yang demikian biasa disebut Manunggaling Kawula Lan Gusti,yaitu
pandangan yang beranggapan bahwa kewajiban moral manusia adalah mencapai
harmoni dengan kekuatan terakhir dan pada kesatuan terakhir, yaitu manusia
menyerahkan dirinya selaku kawula terhadap Gustinya.
Puncak gunung dalam kebudayaan Jawa dianggap suatu tempat yang tinggi dan
paling dekat dengan dunia diatas, karena pada awalnya dipercayai bahwa
roh nenek moyang tinggal di gunung-gunung.
Sebagian besar orang Jawa termasuk dalam
golongan yang telah berusaha mencampurkan beberapa konsep dan cara
berpikir islam, dengan pandangan asli mengenai alam kodrati (dunia ini) dan
alam adikodrati (alam gaib atau supranatural).
Pandangan hidup merupakan suatu abstraksi
dari pengalaman hidup. Pandangan hidup adalah sebuah pengaturan mental dari
pengalaman hidup yang kemudian dapat mengembangkan suatu sikap terhadap hidup.
Ciri pandangan hidup orang Jawa realitas yang
mengarah kepada pembentukan kesatuan Numinus antara alam nyata, masyarakat dan
alam adikodrati yang dianggap keramat. Alam adalah ungkapan kekuasaan yang
menentukan kehidupan. Orang Jawa percaya bahwa kehidupan mereka telah ada
garisnya, mereka hanya menjalankan saja.
Dasar kepercayaan Jawa atau Javanisme adalah
keyakinan bahwa segala sesuatu yang ada didunia ini pada hakekatnya adalah
satu, atau merupakan kesatuan hidup. Javanisme memandang kehidupan
manusia selalu terpaut erat dalam kosmos alam raya. Dengan demikian kehidupan
manusia merupakan suatu perjalanan yang penuh dengan pengalaman-pengalaman yang
religius.
Alam pikiran orang Jawa merumuskan kehidupan
manusia berada dalam dua kosmos (alam) yaitu makrokosmos dan mikrokosmos.
Makrokosmos dalam pikiran orang Jawa adalah
sikap dan pandangan hidup terhadap alam semesta, yang mengandung
kekuatan-kekuatan supranatural (adikodrati). Tujuan utama dalam hidup adalah
mencari serta menciptakan keselarasan atau keseimbangan antara kehidupan
makrokosmos dan mikrokosmos.
Dalam makrokosmos pusat alam semesta adalah
Tuhan. Alam semesta memiliki hirarki yang ditujukan dengan adanya jenjang alam
kehidupan dan adanya tingkatan dunia yang semakin sempurna ( dunia atas - dunia
manusia - dunia bawah ). Alam semesta terdiri dari empat arah utama ditambah
satu pusat yaitu Tuhan yang mempersatukan dan memberi keseimbangan.
Sikap dan pandangan terhadap dunia nyata (
mikrokosmos ) adalah tercermin pada kehidupan manusia dengan lingkungannya,
susunan manusia dalam masyarakat, tata kehidupan manusia sehari-hari dan segala
sesuatu yang nampak oleh mata. Dalam menghadapi kehidupan manusia yang baik dan
benar didunia ini tergantung pada kekuatan batin dan jiwanya.
Bagi
orang Jawa dahulu, pusat dunia ini ada pada pimpinan atau raja dan keraton,
Tuhan adalah pusat makrokosmos sedangkan raja dianggap perwujudan wakil Tuhan
di dunia, sehingga dalam dirinya terdapat keseimbangan berbagai kekuatan dari
dua alam. Jadi raja dipandang sebagai pusat komunitas di dunia seperti
halnya raja menjadi mikrokosmos dari wakil Tuhan dengan keraton sebagai tempat
kediaman raja. Keraton merupakan pusat keramat kerajaan dan bersemayamnya raja
karena rajapun dianggap merupakan sumber kekuatan-kekuatan kosmis yang mengalir
ke daerah kedaulatannya dan membawa ketentraman, keadilan dan kesuburan wilayah.
Hal hal diatas merupakan gambaran umum
tentang alam pikiran serta sikap dan pandangan hidup yang dimiliki oleh orang
Jawa pada jaman kerajaan. Alam pikiran ini telah berakar kuat dan menjadi
landasan falsafah dari segala perwujudan yang ada dalam tata kehidupan orang
Jawa.
2
2
K E J A W E N
Mari kita mengutip satu tembang Jawa
Tak uwisi gunem
iki saya akhiri pembicaraan ini
Niyatku mung aweh
wikan saya
hanya ingin memberi tahu
Kabatinan akeh
lire kabatinan banyak macamnya
Lan gawat ka liwat-liwat
dan
artinya sangat gawat
Mulo dipun
prayitno maka itu berhati-hatilah
Ojo keliru
pamilihmu
Jangan kamu salah pilih
Lamun mardi kebatinan
kalau belajar kebatinan
Tembang ini menggambarkan nasihat seorang tua (pinisepuh)
kepada mereka yang ingin mempelajari kabatinan cara kejawen. Kiranya perlu
dipahami bahwa tujuan hakiki dari kejawen adalah berusaha mendapatkan ilmu
sejati untuk mencapai hidup sejati, dan berada dalam keadaan harmonis hubungan
antara kawula (manusia) dan Gusti (Pencipta) ( jumbuhing kawula Gusti ) /pendekatan
kepada Yang Maha Kuasa secara total.
Keadaan spiritual ini bisa dicapai oleh setiap orang yang
percaya kepada Tuhan, yang mempunyai moral yang baik, bersih dan jujur.
beberapa laku harus dipraktekkan dengan kesadaran dan ketetapan hati yang
mantap. Pencari dan penghayat ilmu sejati diwajibkan untuk melakukan sesuatu
yang berguna bagi semua orang serta melalui kebersihan hati dan
tindakannya. Cipta, rasa, karsa dan karya harus baik, benar, suci dan ditujukan
untuk mamayu hayuning bawono. Ati suci jumbuhing Kawulo Gusti :
hati suci itu adalah hubungan yang serasi antara Kawulo dan Gusti,
kejawen merupakan aset dari orang Jawa tradisional yang berusaha memahami
dan mencari makna dan hakekat hidup yang mengandung nilai-nilai.
Dalam budaya jawa dikenal adanya simbolisme,
yaitu suatu faham yang menggunakan lambang atau simbol untuk membimbing pemikiran
manusia kearah pemahaman terhadap suatu hal secara lebih dalam. Manusia
mempergunakan simbol sebagai media penghantar komunikasi antar sesama dan
segala sesuatu yang dilakukan manusia merupakan perlambang dari tindakan atau
bahkan karakter dari manusia itu selanjutnya. Ilmu pengetahuan adalah
simbol-simbol dari Tuhan, yang diturunkan kepada manusia, dan oleh manusia
simbol-simbol itu ditelaah dibuktikan dan kemudian diubah menjadi simbol-simbol
yang lebih mudah difahami agar bisa diterima oleh manusia lain yang memiliki daya
tangkap yang berberda-beda.
Biasanya sebutan orang Jawa adalah orang yang hidup di
wilayah sebelah timur sungai Citanduy dan Cilosari. Bukan berarti wilayah di
sebelah barat-nya bukan wilayah pulau Jawa. Masyarakat Jawa adalah masyarakat
yang menjunjung tinggi rasa kekeluargaan dan suka bergotong royong dengan
semboyannya “saiyeg saekoproyo “ yang berarti sekata satu
tujuan.
Kisah suku Jawa diawali dengan kedatangan seorang satriya
pinandita yang bernama Aji Saka, sampai kemudian satriya itu
menulis sebuah sajak yang kemudian sajak tersebut diakui menjadi huruf jawa dan
digunakan sebagai tanda dimulainya penanggalan tarikh Caka.
Kejawen adalah faham
orang jawa atau aliran kepercayaan yang muncul dari masuknya berbagai macam
agama ke jawa. Kejawen mengakui adanya Tuhan Gusti Allah tetapi juga mengakui
mistik yang berkembang dari ajaran tasawuf agama-agama yang ada.
3
3
Tindakan tersebut dibagi tiga bagian yaitu tindakan
simbolis dalam religi, tindakan simbolis dalam tradisi dan tindakan simbolis
dalam seni. Tindakan simbolis dalam religi, adalah contoh kebiasaan orang Jawa
yang percaya bahwa Tuhan adalah zat yang tidak mampu dijangkau oleh pikiran
manusia, karenanya harus di simbolkan agar dapat di akui keberadaannya misalnya
dengan menyebut Tuhan dengan Gusti Ingkang Murbheng Dumadi, Gusti Ingkang Maha
Kuaos, dan sebagainya.
Tindakan simbolis dalam tradisi dimisalkan dengan adanya
tradisi upacara kematian yaitu medo’akan orang yang meninggal pada tiga hari,
tujuh hari, empatpuluh hari, seratus hari, satu tahun, dua tahun, tiga tahun,
dan seribu harinya setelah seseorang meninggal (tahlillan). Dan tindakan
simbolis dalam seni dicontohkan dengan berbagai macam warna yang terlukis pada
wajah wayang kulit; warna ini menggambarkan karakter dari masing-masing tokoh
dalam wayang.
Perkembangan budaya jawa yang mulai tergilas oleh
perkembangan teknologi yang mempengaruhi pola pikir dan tindakan orang jawa
dalam kehidupan. Maka orang mulai berfikir bagaimana bisa membuktikan hal gaib
secara empiris tersebut dengan menggunakan berbagai macam metode tanpa
mengindahkan unsur kesakralan. Bahkan terkadang kepercayaan itu kehilangan
unsur kesakralannya karena dijadikan sebagai obyek exploitasi dan penelitian.
Kebiasaan orang Jawa yang percaya bahwa segala sesuatu
adalah simbol dari hakikat kehidupan, seperti syarat sebuah rumah harus
memiliki empat buah soko guru (tiang penyangga) yang melambangkan empat unsur
alam yaitu tanah, air, api, dan udara, yang ke empatnya dipercaya akan
memperkuat rumah baik secara fisik dan mental penghuni rumah tersebut. Namun
dengan adanya teknologi konstruksi yang semakin maju, keberadaan soko guru itu
tidak lagi menjadi syarat pembangunan rumah. Dengan analisa tersebut dapat
diperkirakan bagaimana nantinya faham simbolisme akan bergeser dari budaya
jawa. Tapi bahwa simbolisme tidak akan terpengaruh oleh kehidupan manusia tapi
kehidupan manusialah yang tergantung pada simbolisme. Dan sampai kapanpun
simbolisme akan terus berkembang mengikuti berputarnya sangkakala.
Mangkunegara IV (Sembah dan Budiluhur)
Mangkunegara IV memiliki empat ajaran utama yang meliputi
sembah raga, sembah cipta (kalbu), sembah jiwa, dan sembah rasa.
Sembah Raga
Sembah raga ialah menyembah Tuhan dengan mengutamakan
gerak laku badaniah atau amal perbuatan yang bersifat lahiriah. Cara
bersucinya sama dengan sembahyang biasa, yaitu dengan mempergunakan air
(wudhu). Sembah yang demikian biasa dikerjakan lima kali sehari semalam dengan
mengindahkan pedoman secara tepat, tekun dan terus menerus, seperti bait berikut:
Sembah raga puniku / pakartining wong amagang laku /
sesucine asarana saking warih / kang wus lumrah limang wektu / wantu wataking
wawaton
Sembah raga, sebagai bagian pertama dari empat sembah
yang merupakan perjalanan hidup yang panjang ditamsilkan sebagai orang yang
magang laku (calon pelaku atau penempuh perjalanan hidup kerohanian), orang
menjalani tahap awal kehidupan bertapa (sembah raga puniku, pakartining wong
amagang laku). Sembah ini didahului dengan bersuci yang menggunakan air (sesucine
asarana saking warih). Yang berlaku umum sembah raga ditunaikan sehari semalam
lima kali. Atau dengan kata lain bahwa untuk menunaikan sembah ini telah
ditetapkan waktu-waktunya lima kali dalam sehari semalam (kang wus lumrah
limang wektu). Sembah lima waktu merupakan shalat fardlu yang wajib ditunaikan
(setiap muslim) dengan memenuhi segala syarat dan rukunnya (wantu wataking
wawaton). Sembah raga yang demikian ini wajib ditunaikan terus-menerus tiada
henti (wantu) seumur hidup. Dengan keharusan memenuhi segala ketentuan syarat
dan rukun yang wajib dipedomani (wataking wawaton). Watak suatu waton (pedoman)
harus dipedomani. Tanpa mempedomani syarat dan rukun, maka sembah itu tidak
sah.
Sembah
raga tersebut, meskipun lebih menekankan gerak laku badaniah, namun bukan
berarti mengabaikan aspek rohaniah, sebab orang yang magang laku selain ia
menghadirkan seperangkat http://akangkoclok.blogspot.com4
fisiknya, ia juga menghadirkan seperangkat aspek
spiritualnya sehingga ia meningkat ke tahap kerohanian yang lebih tinggi.
Sembah Cipta ( Kalbu )
Sembah ini kadang-kadang disebut sembah cipta dan
kadang-kadang disebut sembah kalbu, seperti terungkap pada Pupuh Gambuh bait 1
dan Pupuh Gambuh bait 11 berikut :
Samengkon sembah kalbu / yen lumintu uga dadi laku / laku
agung kang kagungan narapati / patitis teteking kawruh / meruhi marang kang
momong.
Apabila cipta mengandung arti gagasan, angan-angan,
harapan atau keinginan yang tersimpan di dalam hati, kalbu berarti hati , maka
sembah cipta di sini mengandung arti sembah kalbu atau sembah hati, bukan sembah
gagasan atau angan-angan.
Apabila sembah raga menekankan penggunaan air untuk
membasuh segala kotoran dan najis lahiriah, maka sembah kalbu menekankan
pengekangan hawa nafsu yang dapat mengakibatkan terjadinya berbagai pelanggaran
dan dosa (sucine tanpa banyu, amung nyunyuda hardaning kalbu).
Thaharah (bersuci) itu, demikian kata Al-Ghazali,
ada empat tingkat.
Pertama, membersihkan
hadats dan najis yang bersifat lahiriah.
Kedua, membersihkan
anggota badan dari berbagai pelanggaran dan dosa.
Ketiga, membersihkan hati
dari akhlak yang tercela dan budi pekerti yang hina.
Keempat, membersihkan hati
nurani dari apa yang selain Allah. Dan yang keempat inilah taharah pada Nabi
dan Shiddiqin.
Jika thaharah yang pertama dan kedua menurut Al-Ghazali
masih menekankan bentuk lahiriah berupa hadats dan najis yang melekat di badan
yang berupa pelanggaran dan dosa yang dilakukan oleh anggota tubuh. Cara
membersihkannya dibasuh dengan air. Sedangkan kotoran yang kedua dibersihkan
dan dibasuh tanpa air yaitu dengan menahan dan menjauhkan diri dari pelanggaran
dan dosa. Thaharah yang ketiga dan keempat juga tanpa menggunakan air. Tetapi
dengan membersihkan hati dari budi jahat dan mengosongkan hati dari apa saja
yang selain Allah.
Sembah Jiwa
Sembah jiwa adalah sembah kepada Hyang Sukma ( Allah ) dengan
mengutamakan peran jiwa. Jika sembah cipta (kalbu) mengutamakan peran kalbu,
maka sembah jiwa lebih halus dan mendalam dengan menggunakan jiwa atau al-ruh.
Sembah ini hendaknya diresapi secara menyeluruh tanpa henti setiap hari dan
dilaksanakan dengan tekun secara terus-menerus, seperti terlihat pada bait
berikut:
Samengko kang tinutur / Sembah katri kang sayekti katur /
Mring Hyang Sukma suksmanen saari-ari / Arahen dipun kecakup / Sembahing jiwa
sutengong
Dalam rangkaian ajaran sembah Mangkunegara IV yang telah
disebut terdahulu, sembah jiwa ini menempati kedudukan yang sangat penting. Ia
disebut pepuntoning laku (pokok tujuan atau akhir perjalanan suluk). Inilah
akhir perjalanan hidup batiniah. Cara bersucinya tidak seperti pada sembah raga
dengn air wudlu atau mandi, tidak pula seperti pada sembah kalbu dengan
menundukkan hawa nafsu, tetapi dengan awas emut (selalu waspada dan
ingat/dzikir kepada keadaan alam baka/langgeng), alam Ilahi.
Betapa penting dan mendalamnya sembah jiwa ini, tampak dengan jelas pada
bait berikut :
Sayekti luwih perlu / ingaranan pepuntoning laku /
Kalakuan kang tumrap bangsaning batin / Sucine lan awas emut / Mring alaming
lama amota.
Berbeda
dengan sembah raga dan sembah kalbu, ditinjau dari segi perjalanan suluk,
sembah ini adalah tingkat permulaan (wong amagang laku) dan sembah yang kedua
adalah tingkat lanjutan. Ditinjau dari segi tata cara pelaksanaannya, sembah
yang pertama menekankan kesucian jasmaniah dengan menggunakan air dan sembah
yang kedua menekankan kesucian kalbu dari pengaruh jahat hawa nafsu lalu
membuangnya dan menukarnya dengan sifat utama. Sedangkan sembah ketiga
menekankan pengisian seluruh aspek jiwa dengan dzikir kepada Allah seraya
mengosongkannya dari apa saja yang selain Allah.5
Iku luwih banget gawat neki / ing rar=’]asantang keneng
rinasa / tan kena ginurokake / yeku yayi dan rampung / eneng onengira kang
ening / sungapan ing lautan / tanpa tepinipun / pelayaran ing kesidan / aneng
sira dewe tan Iyan iku yayi eneng ening wardaya.
BUDAYA KEBATINAN
Di dalam serat Wulang Reh, karya "kasusastran"
Jawa (dalam bentuk syair) yang ditulis oleh Sunan Paku Buono IV, terdapat juga
ajaran untuk hidup secara asketik, dengan mana usaha menuju kasampurnaning urip
(kesempurnaan hidup) dan mendekat Yang Maha Widi (Allah Yang Maha Kuasa) bisa
dicapai.
Dalam tembang Kinanthi ajaran itu bertutur :
Pada gulangen ing kalbu ing sasmita amrih lantip aja
pijer mangan nendra kaprawiran den kaesti pesunen sarira nira sudanen dhahar
lan guling
(Intinya, orang harus melatih kepekaan hati agar tajam
menangkap gejala dan tanda-tanda. Orang pun tak boleh mengumbar nafsu makan
serta tidur).
Sejarah budaya Kebatinan
Pada tanggal 19 dan 20 Agustus 1955 di Semarang telah diadakan kongres dari berpuluh-puluh budaya kebatinan yang ada di berbagai daerah di jawa dengan tujuan untuk mempersatukan semua organisasi yang ada pada waktu itu. Kongres berikutnya yang diadakan pada tanggal 7 Agustus tahun berikutnya di Surakarta sebagai lanjutannya, dihadiri oleh lebih dari 2.000 peserta yang mewakili 100 organisasi. Pertemuan-pertemuan itu berhasil mendirikan suatu organisasi bernama Badan Kongres Kebatinan Indonesia (BKKI) (Badan 1956), yang kemudian juga menyelenggarakan dua kongres serta seminar mengenai masalah kebatinan dalam tahun 1959, 1961 dan 1962 (Pakan 1978:98).
Kebanyakan budaya kebatinan di Jawa awalnya merupakan budaya lokal saja
dengan anggota yang terbatas jumlahnya, yakni tidak lebih dari 200 orang. Budaya
seperti itu secara resmi merupakan “aliran kecil”, seperti Penunggalan,
perukunan kawula manembah gusti, jiwa ayu dan pancasila handayaningratan dari
Surakarta; ilmu kebatinan kasunyatan dari yogyakarta; ilmu sejati dari madiun;
dan trimurti naluri majapahit dari mojokerto dan lain-lain.
Sebagian kecil dari budaya kebatinan ini biasanya mempunyai anggota tak
lebih dari 200 orang namun ada yang beranggotakan lebih dari 1000 orang yang
tersebar di berbagai kota di jawa dan terorganisasi dalam cabang-cabang. dan
lima yang besar adalah hardapusara dari purworejo, susila
budi darma (SUBUD) yang asalnya berkembang di semarang, paguyuban ngesti
tunggal (pangestu) dari surakarta, paguyuban sumarah dan sapta
dari yogyakarta.
Hardapusara adalah
yang tertua diantara kelima gerakan yang terbesar itu, yang dalam tahun 1895
didirikan oleh Kyai Kusumawicitra, seorang petani desa kemanukan
dekat purworejo. Ia konon menamatkan ilmu dari menerima wangsit dan
ajaran-ajarannya semula disebut kawruh kasunyatan gaib. Para
pengikutnya mula-mula adalah seorang priyayi dari Purworejo dan beberapa kota
lain di daerah bagelan. organisasi ini dahulu pernah berkembang dan
mempunyai cabang-cabangnya di berbagai kota di Jawa Tengah, Jawa timur, dan
juga Jakarta. Jumlah anggotanya konon sudah mencapai beberapa ribu orang.
Ajaran-ajarannya termaktub dalam dua buah buku yang oleh para pengikutnya sudah
hampir dianggap keramat, yaitu Buku Kawula Gusti dan Wigati.
6
Susila budi (SUBUD) didirikan pada tahun 1925 di semarang, pusatnya sekarang berada di Jakarta.
Budaya ini tidak mau disebut budaya kebatinan, melainkan menamakan dirinya “Pusat
Latihan Kejiwaan”. Anggota-anggotanya yang berjumlah beberapa ribu itu tersebar
di berbagai kota diseluruh Indonesia dan mempunyai sebanyak 87 cabang di luar
negeri. Banyak dari para pengikutnya adalah orang Asia, Eropa, Australia dan Amerika.
Doktrin ajaran organisasi itu dimuat dalam buku berjudul susila budhi
dharma; selain itu gerakan itu juga menerbitkan majalah berkala
berjudul Pewarta Kejiwaan Subud.
Pagguyuban ngesti tunggal, atau lebih terkenal dengan nama Pangestu adalah sebuah budaya
kebatinan lain yang luas jangkauannya. Gerakan ini didirikan oleh Soenarto,
yang di antara tahun 1932 dan 1933 menerima wangsit yang oleh kedua orang
pengikutnya dicatat dan kemudian diterbitkan menjadi buku sasangka djati.
Pangestu didirikan di surakarta pada bulan mei 1949, dan anggota-anggotanya
yang kini sudah berjumlah 50.000 orang tersebar di banyak kota di Jawa,
terutama berasal dari kalangan priyayi. Namun anggota yang berasal dari daerah
pedesaan juga banyak yaitu yang tinggal di pemukiman transmigrasi di sumatera
dan kalimantan. Majalah yang dikeluarkan organisasi itu dwijawara
merupakan tali pengikat bagi para anggotanya yang tersebar itu.
Paguyuban sumarah juga merupakan organisasi besar yang dimulai sebagai suatu gerakan kecil,
dengan pemimpinnya bernama R. Ng. Sukirno Hartono dari
Yogyakarta. Ia mengaku menerima wahyu pada tahun 1935. Pada akhir tahun 1940-an
gerakan itu mulai mundur, namun berkembang kembali tahun 1950 di Yogyakarta.
Jumlah anggotanya kini sudah mencapai 115.000 orang baik yang berasal dari
golongan priyayi maupun dari kelas-kelas masyarakat lain.
Sapta darma adalah
yang termuda dari kelima gerakan kebatinan yang terbesar di jawa yang
didirikan tahun 1955 oleh guru agama bernama Hardjosaputro yang
kemudian mengganti namanya menjadi Panuntun Sri Gutomo. Beliau berasal dari
desa keplakan dekat pare. Berbeda dengan keempat organisasi yang lain, sapta
darma beranggotakan orang-orang dari daerah pedesaan dan orang-orang pekerja
kasar yang tinggal di kota-kota. Walaupun demikian para pemimpinnya hampir
semua priyayi. Buku yang berisi ajarannya adalah kitab pewarah sapta
darma.
Walaupun budaya kebatinan ada di seluruh
daerah di jawa, namun Surakarta sebagai pusat kebudayaan jawa agaknya masih
merupakan tempat dimana terdapat paling banyak organisasi kebatinan yang
terpenting. Dalam tahun 1970 ada 13 organisasi kebatinan di sana; lima
diantaranya dengan anggota sebanyak antara 30-70 orang, tetapi ada satu yang
anggotanya sekitar 500 orang dalam tahun 1970. Sepuluh lainnya adalah
organisasi-organisasi yang besar, yang berpusat dikota-kota lain seperti Jakarta,
Yogyakarta, Madiun, Kediri dan sebagainya (jong 1973: 10-12).
S. de jong yang mempelajari budaya kebatinan jawa di jawa tengah,
melaporkan bahwa dalam propinsi jawa tengah saja tercatat sebanyak 286
organisasi kebatinan dalam tahun 1870, dengan kemungkinan bahwa masih ada
organisasi-organisasi kecil lainnya yang tidak terdaftar di sana.
Pengikut-pengikut terkemuka dari budaya kebatinan, yang diantaranya ada
yang berlatar belakang pendidikan psikologi, biasanya menjelaskan bahwa
timbulnya berbagai budaya itu disebabkan karena sebagian besar orang jawa butuh
mencari hakekat alam semesta, intisari kehidupan dan hakekat Tuhan. Ahli
sosiolagi Selosoemardjan berpendirian bahwa orang jawa pada umumnya cenderung
untuk mencari keselarasan dengan lingkungan dan hati nuraninya, yang sering
dilakukannya dengan cara-cara metafisik.
Mistik Kebatinan
Menurut pandangan ilmu mistik kebatinan orang jawa, kehidupan manusia
merupakan bagian dari alam semesta secara keseluruhan, dan hanya merupakan
bagian yang sangat kecil dari kehidupan alam semesta yang abadi, dimana manusia
itu seakan-akan hanya berhenti sebentar untuk minum.
Sikap.
Gaya hidup, dan banyak aktivitas sebagai latihan upacara yang harus diterima dan
dilakukan oleh seorang, yang ingin menganut mistik dibawah pimpinan guru dan
panuntun agama itu, 7
pada dasarnya sama pada berbagai gerakan kebatinan jawa yang ada. Hal yang
mutlak perlu adalah kemampuan untuk melepaskan diri dari dunia kebendaan, yaitu
memiliki sifat rila (rela) untuk melepaskan segala hak milik, pikiran atau
perasaan untuk memiliki, serta keinginan untuk memiliki.. melalui sikap
rohaniah ini orang dapat membebaskan diri dari berbagai kekuatan serta pengaruh
dunia kebendaan di sekitarnya. Sikap menyerah serta mutlak ini tidak boleh
dianggap sebagai tanda sifat lemahnya seseorang; sebaliknya ia menandakan bahwa
orang seperti itu memiliki kekuatan batin dan keteguhan iman.
Kemampuan untuk membebaskan diri dari dunia kebendaan dan kehidupan duniawi
juga melibatkan sikap narima yaitu sikap menerima nasib, dan sikap
bersabar, yang berarti sikap menerima nasib dengan rela. Kemampuan untuk
memiliki sikap-sikap semacam itu dapat diperoleh dengan hidup sederhana dalam
arti yang sesungguhnya, hidup bersih, tetapi juga dengan jalan melakukan
berbagai kegiatan upacara kegiatan upacara yang meningkatkan kemampuan
berkonsentrasi dengan jalan mengendalikan diri, dan melakukan berbagai latihan
samadi. Melalui latihan bersemedi di harapkan agar orang dapat membebaskan
dirinya dari keadaan sekitarnya, yaitu menghentikan segala fungsi tubuh dan
keinginan serta nafsu jasmaninya.
Hal ini dapat memberikan keheningan pikiran dan membuatnya mengerti dan
menghayati hakekat hidup serta keselarasan antara kehidupan rohaniah dan
jasmaniah. Apabila orang sudah bebas dari beban kehidupan duniawi (pamudharan),
maka orang itu setelah melalui beberapa tahap berikutnya, pada suatu saat akan
dapat bersatu dengan Tuhan ( jumbuhing kawula Gusti, atau manunggaling
kawula-Gusti ) /Pendekatan kepada Illahi.
Namun dengan tercapainya pamudharan, yang memungkinkan orang untuk
melepaskan diri dari kehidupan dunia kebendaan, orang itu juga tidak terbebas
dari kewajiban-kewajibannya dalam kehidupan yang konkret; bahkan, orang yang
sudah mencapai pamudharan, wajib amemayu ayuning bawana, atau berupaya
memperindah dunia, yaitu berusaha memelihara dan memperindah dengan jalan
melakukan hal-hal yang baik, dan hidup dengan penuh tanggung jawab.
Gerakan Untuk Purifikasi Jiwa
Semua organisasi kebatinan yang besar umumnya, memang bersifat
mistis; banyak gerakan kebatinan, terutama yang jumlah anggotanya sedikit,
hanya berusaha untuk mencapai purifikasi jiwa, Hal yang mereka inginkan
adalah memperoleh suatu kehidupan kerohanian yang mantap, tanpa rasa takut dan
rasa ketidak-pastian. Inilah yang oleh orang jawa disebut orang yang sudah
“bebas” (kamanungsan, kasunyatan).
Cara untuk kamanungsan pada umumnya sama dengan cara untuk mencapai
pamudharan tersebut diatas. Kecuali beberapa variasi kecil, maka cara untuk
mencapai purifikasi jiwa pada dasarnya adalah dengan menjalankan kehidupan yang
penuh tanggung jawab, baik secara moral, sederhana, mampu membebaskan diri dari
keduniawian, mempunyai sikap yang baik terhadap kehidupan, nasib dan kematian
dan melakukan samadi secara ketat. Oleh karena gerakan-gerakan kebatinan ini
berusaha mencari kebebasan rohaniah individu, maka orang mudah mengerti bahwa
sifatnya agak individualis; gerakan-gerakan seperti itu paling tidak menarik
bagi orang-orang yang membutuhkan kehidupan keagamaan, tanpa harus menaati
peraturan-peraturan keagamaan yang resmi secara ketat, namun menyesuaikan
dengan adat istiadat (Said 1972-a: 153-154)
Kebatinan Yang Berdasarkan Ilmu Gaib
Di seluruh daerah tempat tinggal orang jawa
banyak terdapat gerakan-gerakan kebatinan yang hanya beranggotakan beberapa
puluh orang saja. Kebanyakan dari gerakan seperti itu berpusat di kota-kota dan
pada umumnya bersifat rahasia, yaitu dengan tujuan-tujuan yang bersifat mistik,
moralis, atau etis dan dipimpin oleh seorang guru. Untuk mencapai tujuannya,
para anggota gerakan seperti itu banyak melakukan praktek-praktek ilmu gaib,
disamping studi dan bersamadi.
Banyak
dari budaya semacam itu pada awalnya adalah suatu organisasi yang mengajar seni
bela diri pencak. Kecuali memberi latihan fisik, gurunya juga melatih
murid-muridnya untuk melakukan.8
meditasi. Untuk menciptakan suasana keramat, ada juga yang ditambah berbagai ritus ilmu gaib secara rahasia yang dimaksudkan agar para muridnya, memperoleh kekebalan dan kesaktian tertentu.
CIPTA TUNGGAL
Cipta bermakna: pengareping rasa, tunggal artinya satu atau
difokuskan ke satu obyek. Jadi Cipta Tunggal bisa diartikan sebagai konsentrasi
cipta.
1. Cipta, karsa ( kehendak ) dan pakarti ( tindakan ) selalu aktif
selama orang itu masih hidup. Pakarti bisa berupa tindakan fisik maupun non
fisik, pakarti non fisik misalnya seseorang bisa membantu memecahkan atau
menyelesaikan masalah orang lain dengan memberinya nasehat, nasehat itu berasal
dari cipta atau rasa yang muncul dari dalam. Sangatlah diharapkan seseorang itu
hanya menghasilkan cipta yang baik sehingga dia juga mempunyai karsa dan
pakarti / tumindak yang baik, dan yang berguna untuk diri sendiri atau syukur
-syukur pada orang lain.
2. Untuk bisa mempraktekkan tersebut diatas, orang itu harus selalu
sabar, konsestrasikan cipta untuk sabar, orang itu bisa makarti dengan baik
apabila kehendak dari jiwa dan panca indera serasi lahir dan batin. Ingatlah
bahwa jiwa dan raga selalu dipengaruhi oleh kekuatan api, angin, tanah dan air.
3. Untuk memelihara kesehatan raga, antara lain bisa dilakukan :
a.
Minumlah
segelas air dingin dipagi hari, siang dan malam sebelum tidur, air segar ini
bagus untuk syarat dan bagian-bagian tubuh yang lain yang telah melaksanakan
makarti.
b.
Jagalah
tubuh selalu bersih dan sehat, mandilah secara teratur di negeri tropis sehari
dua kali.
c.
Jangan
merokok terlalu banyak.
d.
Konsumsilah
lebih banyak sayur-sayuran dan buah-buahan dan sedikit daging, perlu diketahui
daging yang berasal dari binatang yang disembilah dan memasuki raga itu bisa
berpengaruh kurang baik, maka itu menjadi vegetarian ( tidak makan daging )
adalah langkah yang positif.
e.
Kendalikanlah
kehendak atau nafsu, bersikaplah sabar, narima dan eling. Janganlah terlalu
banyak bersenggama, seminggu sekali atau dua kali sudah cukup.
4. Berlatihlah supaya cipta menjadi lebih kuat, pusatkan cipta kontrol
panca indera. Tenangkan badan (heneng) dengan cipta yang jernih dan tentram
(hening). Bila cipta bisa dipusatkan dan difokuskan kearah satu sasaran itu
bagus, artinya cipta mulai mempunyai kekuatan sehingga bisa dipakai untuk
mengatur satu kehendak.
9
6. Lakukan latihan pernafasan dua kali sehari,
pada pagi hari sebelum mandi demikian juga pada sore hari sebelum mandi tarik
nafas dengan tenang dalam posisi yang enak.
7. Lakukan olah raga ringan (senam) secara teratur
supaya badan tetap sehat, sehingga mampu mendukung latihan olah nafas dan
konsentrasi.
8. Hisaplah kedalam badan Sari Trimurti pada hari sebelum matahari
terbit dimana udara masih bersih, lakukan sebagai berikut :
Tarik nafas
|
Tahan Nafas
|
Keluarkan Nafas
|
Jumlah
|
10 detik
|
10 detik
|
10 detik
|
30 detik minggu I
: 3 kali
|
15 detik
|
10 detik
|
15 detik
|
40 detik minggu II
: 3 kali
|
20 detik
|
10 detik
|
20 detik
|
50 detik minggu III : 3 kali
|
26 detik
|
8 detik
|
26 detik
|
60 detik minggu IV : 3 kali
|
9. Untuk memperkuat otak tariklah nafas dengan lobang hidung sebelah
kiri, dengan cara menutup lobang hidung sebelah kanan dengan jari, lalu tahan
nafas selanjutnya keluarkan nafas melalui lobang hidung sebelah kanan, dengan
menutup lobang hidung sebelah kiri dengan jari.
Tarik nafas
|
Tahan Nafas
|
Keluarkan Nafas
|
Jumlah
|
4
detik
|
8
detik
|
4 detik
|
16 detik minggu I
: 7 kali
|
10 detik
|
7
detik
|
10 detik
|
27 detik minggu II
: 7 kali
|
10 detik
|
10 detik
|
10 detik
|
30 detik minggu III & IV : 7 kali
|
20 detik
|
20 detik
|
20 detik
|
60 detik minggu V :
7 kali
|
10. Karsa
akan terpenuhi apabila nasehat-nasehat diatas dituruti dengan benar, praktekkan
samadi pada waktu malam hari, paling bagus tengah malam ditempat atau kamar
yang bersih. Kontrol panca indera, tutuplah sembilan lobang dari raga, duduk
bersila dengan rilek, fokuskan pandangan kepada pucuk hidung. Tarik nafas,
tahan nafas, dan keluarkan nafas dengan tenang dan santai, konsentrasikan cipta
lalu dengarkan suara nafas. Pertama-tama akan dirasakan sesuatu yang damai dan
apabila telah sampai saatnya orang akan bisa berada berada dalam posisi
hubungan harmonis antara kawula dan Gusti ALLAH
11. Cobalah lakukan sebagai berikut :
a.
Lupakan
segalanya selama dua belas detik
b.
Dengan
sadar memusatkan cipta kepada dzat yang agung selama seratus empat puluh detik.
c.
Jernihkan
pikiran dan rasa selama satu, dua atau tiga jam ( semampunya )
12. Tujuh macam tapa raga, yang perlu
dilakukan
a.
Tapa mata,
mengurangi tidur artinya jangan mengejar pamrih.
b.
Tapa
telinga, mengurangi nafsu artinya jangan menuruti kehendak jelek.
c.
Tapa
hidung, mengurangi minum artinya jangan menyalahkan orang lain
d.
Tapa bibir,
mengurangi makan artinya jangan membicarakan kejelekan orang lain
e.
Tapa
tangan, jangan mencuri artinya jangan mudah memukul orang
f.
Tapa alat
seksual, mengurangi bercinta dan jangan berzinah
g.
Tapa kaki,
mengurangi jalan artinya jangan membuat kesalahan
13. Tujuh macam tapa jiwa yang perlu
dilakukan
a.
Tapa raga,
rendah hati melaksanakan hanya hal yang baik
b.
Tapa hati,
bersyukur tidak mencurigai orang lain melakukan hal yang jahat
c.
Tapa nafsu,
tidak iri kepada sukses orang lain, tidak mengeluh dan sabar pada saat
menderita
d.
Tapa jiwa,
setia tidak bohong, tidak mencampuri urusan orang
e.
Tapa rasa,
tenang dan kuat dalam panalongso
f.
Tapa
cahaya, bersifat luhur berpikiran jernih
g.
Tapa hidup,
waspada dan eling
10
10
14. Berketetapan hati
a.
Tidak
ragu-ragu
b.
Selalu
yakin orang yang kehilangan keyakinan atas kepercayaan diri adalah seperti
pusaka yang kehilangan yoninya atau kekuatannya
15. Menghormati orang lain tanpa
memandang jenis kelamin, kedudukan, suku, bangsa, kepercayaan dan agama, semua
manusia itu sama : saya adalah kamu ( tat twan asi ). Artinya kalau kamu
berbuat baik kepada orang lain, itu juga baik buat kamu, kalau kamu melukai
orang lain itu juga melukai dirimu sendiri.
16. Sedulur papat kalimo pancer
Orang Jawa tradisional percaya eksistensi dari sedulur papat ( saudara
empat ) yang selalu menyertai seseorang dimana saja dan kapan saja, selama
orang itu hidup didunia. Mereka memang ditugaskan oleh kekuasaan alam untuk
selalu dengan setia membantu, mereka tidak tidak punya badan jasmani, tetapi
ada baik dan kamu juga harus mempunyai hubungan yang serasi dengan mereka yaitu
:
a.
Kakang kawah, saudara tua
kawah, dia keluar dari gua garba ibu sebelum kamu, tempatnya di timur warnanya
putih.
b.
Adi ari-ari, adik ari-ari, dia
dikeluarkan dari gua garba ibu sesudah kamu, tempatnya di barat warnanya kuning.
c.
Getih, darah yang keluar
dari gua garba ibu sewaktu melahirkan, tempatnya di selatan warnanya merah
d.
Puser, pusar yang
dipotong sesudah kelahiranmu, tempatnya di utara warnanya hitam.
Selain sedulur papat diatas, yang lain adalah Kalima Pancer, pancer
kelima itulah badan jasmani kamu. Merekalah yang disebut sedulur papat
kalimo pancer, mereka ada karena kamu ada. Sementara orang menyebut mereka
keblat papat lima tengah, (empat jurusan yang kelima ada ditengah). Mereka
berlima itu dilahirkan melalui ibu, mereka itu adalah Mar dan Marti, berbentuk
udara. Mar adalah udara, yang dihasilkan karena perjuangan ibu
saat melahirkan bayi, sedangkan Marti adalah udara yang merupakan
rasa ibu sesudah selamat melahirkan si jabang bayi. Secara mistis Mar dan Marti
ini warnanya putih dan kuning, kamu bisa meminta bantuan Mar dan Marti hanya
sesudah kamu melaksankan tapa brata ( laku spiritul yang sungguh-sungguh ).
17. Tingkatkan
sembah, menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa yang berarti juga menghormati dan
memuja-Nya, istilah lainnya ialah Pujabrata. Ada guru laku yang
mengatakan bahwa seseorang itu tidak diperkenankan melakukan pujabrata, sebelum
melewati tapabrata.
a. Sembah raga
Ini adalah tapa dari badan jasmani, seperti diketahui badan hanyalah
mengikuti perintah batin dan kehendak. Badan itu maunya menyenang-nyenangkan
diri, merasa gembira tanpa batas. Mulai hari ini, usahakan supaya badan
menuruti kehendak cipta yaitu dengan jalan: bangun pagi hari, mandi, jangan
malas lalu sebagai manusia normal bekerjalah. Makanlah makanan yang tidak
berlebihan dan tidur secukupnya saja: makan pada waktu lapar, minum pada waktu
haus, tidur pada waktu sudah mengantuk, pelajarilah ilmu luhur yang berguna
untuk diri sendiri dan orang lain.
b. Sembah
cipta
1. kamu harus
melatih pikiranmu kepada kenyataan sejati kawula engenal Gusti.
2. Kamu harus selalu
mengerjakan hal-hal yang baik dan benar, kontrollah nafsumu dan taklukan
keserakahan. Dengan begitu rasa kamu akan menjadi tajam dan kamu akan mulai
melihat kenyataan.
Berlatih cipta sebagai berikut :
1. Lakukan dengan
teratur ditengah, ditempat yang sesuai.
2. Konsentrasikan
rasa kamu
11
11
3. Jangan memaksa ragamu, laksanakan dengan santai saja
4. Kehendahmu
jernih, fokuskan kepada itu
5. Biasakanlah
melakukan hal ini, sampai kamu merasa bahwa apa yang kamu kerjakan itu adalah
sesuatu yang memang harus kamu kerjakan, dan sama sekali tidak menjadi beban.
Kini kamu berada dijalan yang menuju ke kenyataan sejati, kamu merasa
seolah-olah sepi tidak ingat apapun, seolah-olah badan astral dan mental tidak berfungsi,
kamu lupa tetapi jiwa tetap eling ( sadar ) itulah situasi heneng dan hening
dan sekaligus eling kesadaran dari rasa sejati. Ini hanya bisa dilaksanakan
dengan keteguhan hati sehingga hasilnya akan terlihat.
c. Sembah jiwa
Sembah jiwa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan rasa yang mendalam
menggunakan jiwa suksma yang telah kamu temui pada waktu pada heneng, hening
dan eling, ini adalah sembah batin yang tidak melibatkan lahir. Apabila kamu
melihat cahaya yang sangat tenang tetapi tidak menyilaukan itu pertanda kamu
sudah mulai membuka dunia kenyataan. Cahaya itu adalah pramana kamu sendiri,
kamu akan merasa yakin pada waktu bersamadi, kamu dan cahaya itu saling
melindungi.
d. Sembah rasa artinya sejati (
rasa sejati )
1. Kita bisa
mengerti dengan sempurna untuk apa kita diciptakan dan selanjutnya apakah
tujuan hidupmu.
2. Kita akan
mengerti dengan sempurna atas kenyataan hidup dan keberadaan semua mahluk
melalui olah samadi atau memahami Sangkan Paraning
Dumadi, hubungan harmonis antara kawula dan Gusti layaknya seperti manisnya
madu dan madunya, tidak terpisahkan. Ing Kekayon wayang purwa kang kaprahe kasebut Gunungan, ana kono gambar
Macan, Bantheng, Kethek lan Manuk Merak. Kocape kuwi mujudake Sedulur Papat
mungguhing manungsa. Kewan cacah papat mau nggambarake nafsu patang warna yaiku
: Macan nggambarake nafsu Amarah
12
Bantheng nggambarake nafsu Supiyah, Kethek nggambarake nafsu Aluamah, lan Manuk Merak nggambarake nafsu Mutmainah.
SEDULUR PAPAT LIMA PANCER Njupuk sumber saka Kitab Kidungan Purwajati
seratane , diwiwiti saka tembang Dhandanggula kang cakepane
mangkene :
Ana kidung ing kadang Marmati Amung tuwuh ing kuwasanira
Nganakaken saciptane Kakang Kawah puniku Kang rumeksa ing awak mami Anekakake
sedya Ing kuwasanipun Adhi Ari-Ari ingkang Memayungi laku kuwasanireki
Angenakken pangarah Ponang Getih ing rahina wengi Ngrerewangi ulah kang kuwasa
Andadekaken karsane Puser kuwasanipun Nguyu-uyu sabawa mami Nuruti ing panedha
Kuwasanireku Jangkep kadang ingsun papat Kalimane wus dadi pancer sawiji
Tunggal sawujud ingwang Ing tembang dhuwur iku disebutake yen " Sedulur
Papat " iku Marmati, Kawah, Ari-Ari, lan Getih kang kaprahe
diarani Rahsa. Kabeh kuwi mancer neng Puser (Udel) yaiku mancer ing Bayi.
Cethane mancer marang uwonge kuwi. Geneya kok disebut
Marmati, kakang Kawah, Adhi Ari-Ari lan Rahsa kuwi?. Marmati iku tegese Samar
Mati ! lire yen wong wadon pas nggarbini ( hamil ) iku sadina-dina pikirane
uwas Samar Mati. Rasa uwas kawatir pralaya anane dhisik dhewe sadurunge metune
Kawah, Ari-Ari lan Rahsa kuwi mau, mulane Rasa Samar Mati iku
banjur dianggep minangka Sadulur Tuwa. Wong nggarbini yen pas
babaran kae, kang dhisik dhewe iku metune Banyu Kawah sak durunge
laire bayi, mula Kawah banjur dianggep Sadulur Tuwa kang lumrahe
diarani Kakang Kawah. Yen Kawah wis mancal medhal, banjur disusul laire
bayi, sakwise kuwi banjur disusul wetune Ari-Ari. Sarehne Ari-Ari
iku metune sakwise bayi lair, mulane Ari-Ari iku diarani Sedulur Enom
lan kasebut Adhi Ari-Ari Lamun ana wong abaran tartamtu ngetokake Rah
( Getih ) sapirang-pirang. Wetune Rah (Rahsa) iki uga ing wektu akhir, mula
Rahsa iku uga dianggep Sedulur Enom. Puser (Tali Plasenta) iku umume
PUPAK yen bayi wis umur pitung dina. Puser kang copot saka
udel kuwi uga dianggep Sedulure bayi. Iki dianggep Pancer pusate Sedulur
Papat. Mula banjur tuwuh unen-unen " SEDULUR PAPAT LIMA PANCER
" 0 Kekayon wayang purwa kang kaprahe kasebut Gunungan, ana kono gambar
Macan, Bantheng, Kethek lan Manuk Merak. Kocape kuwi mujudake Sedulur Papat
mungguhing manungsa.
Kewan cacah papat mau nggambarake nafsu patang warna
yaiku : Macan nggambarake nafsu Amarah, Bantheng nggambarake nafsu Supiyah,
Kethek nggambarake nafsu Aluamah, lan Manuk Merak nggambarake nafsu Mutmainah
kang kabeh mau bisa dibabarake kaya ukara ing ngisor iki: Amarah :
Yen manungsa ngetutake amarah iku tartamtu tansaya bengkerengan lan padudon
wae, bisa-bisa manungsa koncatan kasabaran, kamangka sabar iku mujudake alat
kanggo nyaketake dhiri marang Allah SWT. Supiyah / Kaendahan :
Manungsa kuwi umume seneng marang kang sarwa endah yaiku wanita (asmara). Mula
manungsa kang kabulet nafsu asmara digambarake bisa ngobong jagad. Aluamah
/ Srakah : Manungsa kuwi umume padha nduweni rasa srakah lan aluamah,
mula kuwi yen ora dikendaleni, manungsa kepengine bisa urip nganti pitung
turunan. Mutmainah / Kautaman : Senajan kuwi kautaman utawa
kabecikan, nanging yen ngluwihi wates ya tetep ora becik.
Contone;
menehi duwit marang wong kang kekurangan kuwi becik, nanging yen kabeh duwene
duwit diwenehake satemah uripe dewe rusak, iku cetha yen ora apik. Mula kuwi,
sedulur papat iku kudu direksa lan diatur supaya aja nganti ngelantur. Manungsa
diuji aja nganti kalah karo sedulur papat kasebut, kapara kudu menang, lire
kudu bisa ngatasi krodhane sedulur papat. Yen manungsa dikalahake dening
sedulur papat iki, ateges jagade bubrah. Ing kene dununge pancer kudu
bisa dadi paugeran lan dadi pathokan. Bener orane, nyumanggakake13
T I
R A K A T
Liring sepuh sepi hawa Awas roroning atunggal Tan samar
pamoring sukma Sinukmanya winahya ing ngasepi Sinimpen telenging kalbu
Pambukaning wanara Tarlen saking liyep layaping ngaluyup Pindha sesating supena
Sumusiping rasa jati Sajatine kang mangkana Wus kakenan nugrahaning Hyang Widhi
Bali alaming asuwung Tan karem karameyan Ingkang sipat wisesa-winisesa wus
Milih mula-mulanira Mulane wong anom sami.
Manusia jawa (tiyang Jawi) pada saat tertentu
rela/mau dengan sengaja, menempuh kesukaran dan ketidaknyamanan untuk maksud-maksud
ritual dalam budaya spiritualnya, yang berakar dari pikiran bahwa usaha-usaha
seperti itu dapat membuat orang teguh imannya dan mampu mengatasi
kesukaran-kesukaran, kesedihan dan kekecewaan dalam hidupnya melalui latihan
keprihatinannya pada jalan tirakatnya. Mereka juga beranggapan bahwa orang bisa
menjadi lebih tekun, dan terutama bahwa orang yang telah melakukan usaha
semacam itu kelak akan mendapatkan pahala.
Tirakat kadang-kadang dijalankan dengan berpantang makan
kecuali nasi putih saja (Mutih) pada hari senin dan kamis, dengan jalan
berpuasa pada bulan puasa (Siyam) ada terkadang juga berpuasa selama beberapa
hari (Nglowong) menjelang hari-hari besar Islam, seperti pada Bakda Besar
(Bulan pertama menurut perhitungan orang Jawa), yaitu bulan Sura.
Orang Jawa juga mempunyai adat untuk hanya makan sedikit sekali (tidak lebih
daripada yang dapat dikepal dengan satu tangan) ngepel, untuk jatah makannya
selama satu atau dua hari, atau adat untuk berpuasa dan menyendiri dalam suatu
ruangan (ngebleng), bahkan ada juga yang melakukannya di dalam
suatu ruangan yang gelap pekat, yang tidak dapat ditembus oleh sinar cahaya (patigeni).
Tirakat dapat juga dijalankan pada saat-saat khusus, misalnya pada waktu
orang menghadapi suatu tugas berat, waktu mengalami krisis dalam keluarga,
jabatan, atau dalam hubungan dengan orang lain, tetapi dapat juga pada waktu
suatu masyarakat atau negara berada dalam suatu masa bahaya, pada waktu terkena
bencana alam, epidemi dan sebagianya. Dalam keadaan seperti itu melakukan
tirakat dapat dianggap sebagai tanda rasa prihatin yang dianggap perlu oleh
orang Jawa bila seseorang berada dalam keadaan bahaya.
Bertapa ( Tapabrata )
Tapabrata dianggap oleh para penganut agami
Jawi sebagai suatu hal yang sangat penting, Dalam kesusateraan kuno orang kuno,
konsep tapa dan tapabrata diambil langsung dari konsep Hindu tapas,
yang berasal dari buku-buku Veda. Selama berabad-abad para
pertapa dianggap sebagai orang keramat, dan anggapan bahwa dengan menjalankan
kehidupan yang ketat dengan disiplin tinggi, serta mampu menahan hawa nafsu,
orang dapat mencapai tujuan-tujuan yang sangat penting. Dalam
cerita-cerita wayang kita sering dapat menjumpai adanya tokoh pahlawan
yang menjalankan tapa.
Orang jawa mengenal berbagai cara bertapa,
dan cara-cara itu telah disebutkan oleh J. Knebel (1897 : 119-120 ) dalam
karangannya mengenai kisah Darmakusuma, murid dari seorang wali di abad ke 16,
berbagai cara menjalankan tapa adalah :
1. Tapa
ngalong, dengan bergantung terbalik, dengan kedua kaki diikat pada
dahan sebuah pohon.
2. Tapa
nguwat, yaitu bersamadi disamping makam nenek moyang anggota keluarga,
atau orang keramat, untuk suatu jangka waktu tertentu.
3. Tapa
bisu, dengan menahan diri untuk tidak berbicara, cara bertapa semacam
ini biasanya didahului oleh suatu janji.
4. Tapa
bolot, yaitu tidak dan tidak membersihkan diri selama jangka waktu
tertentu.
5. Tapa ngidang, dengan
jalan menyingkir sendiri ke dalam hutan.14
6. Tapa
ngramban, dengan menyendiri di dalam hutan dan hanya makan
tumbuh-tumbuhan
7. Tapa
ngambang, dengan jalan merendam diri di tengah sungai selama beberapa
waktu yang sudah ditentukan.
8. Tapa
ngeli, adalah cara bersamadi dengan membiarkan diri dihanyutkan arus
air di atas sebuah rakit.
9. Tapa
tilem, dengan cara tidur untuk suatu jangka waktu tertentu tanpa makan
apa-apa.
10. Tapa
mutih, yaitu hanya makan nasi saja, tanpa lauk pauk.
11. Tapa
mangan, dilakukan dengan jalan tidak tidur, tetapi boleh makan.
Ketiga jenis tapa yang tersebut terakhir,
sebenarnya juga dilakukan oleh orang-orang yang hanya menjalankan tirakat aja,
oleh karena itu batas antara tirakat dan tapabrata itu tidak begitu jelas.
Walaupun demikian bahwa kita harus memperhatikan bahwa ke 11 jenis tapabrata
itu jarang dilakukan secara terpisah, semua biasanya dijalankan dengan tata
urut tersendiri, atau dilakukan dengan cara menggabung-gabungkan.
Oleh
karena itu tapa semacam itu mirip dengan tapa pada orang hindu dahulu, sehingga
dengan demikian ada suatu perbedaan fungsional antara tirakat dan tapabrata.
Namun sering terjadi bahwa orang melakukan tapabrata bersamaan dengan samadi,
dengan maksud untuk memperoleh wahyu. Tentu saja tujuan dari tapa semacam ini
adalah untuk mendapatkan kenikmatan duniawian, akhirnya perlu disebutkan bahwa
pada orang Jawa tapa merupakan salah satu cara penting dan utama untuk bersatu
dengan Tuhan.
Meditasi atau Semedi.
Bahwa meditasi dan tapa adalah sama, serta
perbedaan antara keduanya hanya terletak pada intensitas menjalankannya saja.
Teknik-teknik serta latihan-latihan untuk melakukan meditasi ada bermacam-macam,
yaitu dari yang sangat sederhana, seperti memusatkan perhatian pada titik-titik
hujan yang jatuh ditanah, hingga yang sukar dan berat dijalankan, seperti
menatap cahaya yang terang benderang dari dalam sebuah gua yang gelap ditepi
pantai, dengan gemuruh ombak sebagai latar belakangnya, sambil berdiri dengan
posisi yang sukar selama 12 jam berturut-turut.
Meditasi atau semedi memang biasanya
dilakukan bersama-sama dengan tapabrata, orang yang melakukan tapa ngeli
misalnya, tidak hanya duduk diatas rakitnya saja sambil bengong, tidak berbuat
apa-apa, ia biasanya juga bermeditasi. Sebaliknya meditasi seringkali juga
dijalankan bersama dengan suatu tindakan keagamaan lain, misalnya dengan
berpuasa atau tirakat.
Maksud yang ingin dicapai dengan bermeditasi
itu ada bermacam-macam, misalnya untuk memperoleh kekuatan iman dalam
menghadapi krisis sosial ekonomi atau sosial politik, untuk memperoleh
kemahiran berkreasi atau memperoleh kemahiran dalam kesenian, untuk mendapatkan
wahyu, yang memungkinkannya melakukan suatu pekerjaan yang penuh tanggung jawab
atau untuk menghadapi suatu tugas berat yang dihadapinya. Namun banyak orang
melakukan meditasi untuk memperoleh kesaktian ( kasekten ) disamping untuk
menyatukan diri dengan sang Pencipta.
M E
D I T A S I
Dalam olah batin, meditasi menjadi salah satu topik pembicaraan yang tiada
habis-habisnya. Tentu hal tersebut ada sebabnya, sebabnya tiada lain karena
meditasi adalah salah satu usaha proses untuk meningkatkan pengembangan pribadi
seseorang secara total. Tulisan ini didasari dari berbagai literatur mengenai
meditasi.
15
Tulisan ini merupakan usaha melengkapi tulisan J. Sujianto yang berjudul “
Pengembangan Kwalitas Pribadi di Bidang Kebatinan, suatu Proses Meningkatkan
Kreatifitas dan Pengetahuan Dunia Gaib “
Apakah Meditasi ?
Mengusahakan rumus yang pasti mengenai arti meditasi tidaklah mudah, yang
dapat dilakukan adalah memberi gambaran berbagi pengalaman dari mereka
yang melakukan meditasi, berdasarkan pengalaman meditasi dapat berarti :
1. Melihat
ke dalam diri sendiri
2. Mengamati, refleksi kesadaran diri sendiri
3. Melepaskan diri dari pikiran atau perasaan yang
berobah-obah, membebaskan keinginan duniawi sehingga menemui jati dirinya yang
murni atau asli.
Tiga hal tersebut diatas baru awal masuk ke alam meditasi, karena
kelanjutan meditasi mengarah kepada sama sekali tidak lagi mempergunakan panca
indera ( termasuk pikiran dan perasaan ) terutama ke arah murni mengalami
kenyataan yang asli.
Perlu segera dicatat, bahwa pengalaman meditasi akan berbeda dari orang ke
orang yang lain, karena pengalaman dalam bermeditasi banyak dipengaruhi oleh
latar belakang temperamen, watak dan tingkat perkembangan spiritualnya serta
tujuan meditasinya dengan kulit atau baju kebudayaan orang yang
sedang melaksanakan meditasi.
Secara gebyah uyah (pada umumnya) orang yang melakukan meditasi yakin
adanya alam lain selain yang dapat dijangkau oleh panca indera biasa. Oleh
karena itu mungkin sekali lebih tepat jika cara-cara meditasi kita masukkan ke
golongan seni dari pada ilmu. Cara dan hasil meditasi dari banyak
pelaku olah batin dari berbagai agama besar maupun perorangan dari berbagai
bangsa, banyak menghasilkan kemiripan-kemiripan yang hampir-hampir sama, tetapi
lebih banyak mengandung perbedaan dari pribadi ke pribadi orang lain. Oleh
karena itu kita dapat menghakimi hasil temuan orang yang bermeditasi, justru keabsahan
meditasinya tergantung kepada hasilnya, umpamanya orang yang bersangkutan
menjadi lebih bijaksana, lebih merasa dekat dengan Tuhan, merasa kesabarannya
bertambah, mengetahui kesatuan alam dengan dirinya dan lain-lainnya.
Keadaan hasil yang demikian, sering tidak hanya dirasakan oleh dirinya
sendiri, tetapi juga oleh orang-orang ( masyarakat ) di sekitar diri orang tersebut
karena tingkah-lakunya maupun ucapan-ucapannya serta pengabdiannya kepada
manusia lain yang membutuhkan bantuannya, mencerminkan hasil meditasinya.
Cara-cara dan akibat bermeditasi.
Cara
bermeditasi banyak sekali.
Ada yang memulai dengan tubuh, arti meditasi dengan tubuh adalah
mempergunakan menyerahkan tubuh ke dalam situasi hening. Lakunya
adalah dengan mempergunakan pernafasan, untuk mencapai keheningan, kita
menarik nafas dan mengeluarkan nafas dengan teratur. Posisi tubuh
carilah yang paling anda rasakan cocok / rileks, bisa duduk tegak, bisa
berbaring dengan lurus dan rata. Bantuan untuk lebih khusuk jika anda perlukan,
pergunakan wangi-wangian dan atau mantra, musik yang cocok dengan selera anda,
harus ada keyakinan dalam diri anda, bahwa alam semesta ini terdiri dari energi
dan cahaya yang tiada habis-habisnya. Keyakinan itu anda pergunakan ketika
menarik dan mengeluarkan nafas secara teratur.
Ketika menarik nafas sesungguhnya menarik energi dan cahaya alam semesta
yang akan mengharmoni dalam diri anda, tarik nafas tersebut harus dengan
konsentrasi yang kuat. Ketika mengelurkan nafas dengan teratur juga, tubuh anda
sesungguhnya didiamkan untuk beberapa saat. Jika dilakukan dengan
sabar dan tekun serta teratur, manfaatnya tidak hanya untuk kesehatan tubuh
saja tetapi juga ikut menumbuhkan rasa tenang.
Bermeditasi dengan usaha melihat cahaya alam semesta, yang
dilakukan terus menerus secara teratur, akan dapat menumbuhkan ketenangan jiwa,
karena perasaan-perasaan negatif seperti.http://akangkoclok.blogspot.com
16
rasa kuatir atau takut, keinginan yang keras duniawi, benci dan sejenisnya
akan sangat berkurang, bahkan dapat hilang sama sekali, yang hasil akhirnya
tumbuh ketenangan. Meditasi ini harus juga dilakukan dengan pernafasan yang
teratur.
Kesulitan yang paling berat dalam bermeditasi adalah “mengendalikan
pikiran dengan pikiran“ artinya anda berusaha “ mengelola “
pikiran-pikiran anda, sampai mencapai keadaan “ Pikiran tidak ada “ dan anda
tidak berpikir lagi, salah satu cara adalah “ mengosongkan pikiran “ dengan
cara menfokuskan pikiran anda kepada suatu cita-cita, umpamanya cita-cita ingin
menolong manusia manusia lain, cita-cita ingin manunggal dengan Tuhan.
Cita-cita ingin berbakti kepada bangsa dan negara, cita-cita berdasarkan kasih
sayang dan sejenis itu menjadi sumber fokus ketika hendak memasuki meditasi.
Secara fisik ada yang berusaha “ mengosongkan pikiran “ dengan memfokuskan
kepada “ bunyi nafas diri sendiri “ ketika awal meditasi, atau ada juga yang
menfokuskan kepada nyala lilin atau ujung hidung sendiri.
Jika proses meditasi yang dilukiskan tersebut diatas dapat anda lakukan
dengan tepat, maka anda dapat menghasilkan sesuatu yang bermanfaat dalam
pengertian spiritual, yang akibatnya pasti baik untuk diri anda sendiri,
mungkin juga bermanfaat untuk manusia lain.
Sesuatu itu jangan dijadikan tujuan meditasi, karena hasil sesuatu itu
adalah hasil proses meditasi, bukan tujuan meditasi.
Jika dalam proses tersebut pikiran anda belum dapat anda “ kuasai atau
hilangkan “ janganlah putus asa atau berhenti, tetapi juga memaksakan diri
secara keterlaluan. Pengembangan selanjutnya dari proses meditasi tersebut,
anda sendiri yang akan menemukan dan meneruskannya, karena berciri sangat
pribadi.
Untuk dapat berhasil anda sangat perlu memiliki motivasi yang cukup pekat
dan dalam, sehingga dengan tiada terasa anda akan bisa khusuk dalam keheningan
bermeditasi. Jika menemui sesuatu, apakah itu cahaya atau suara atau
gambaran-gambaran, jangan berhenti, teruskan meditasi anda.
Pengalaman sesudah keadaan demikian, hanya andalah yang dapat mengetahui
dan merasakannya, karena tiada kata kalimat dalam semua bahasa bumi yang dapat
menerangkan secara gamblang. Dalam keadaan demikian anda tidak lagi merasa lapar,
mengantuk bahkan tidak mengetahui apa-apa lagi, kecuali anda tersadar kembali.
Biasanya intuisi anda akan lebih tajam sesudah mengalami proses meditasi yang
demikian itu, dan mungkin pula memperoleh “ pengetahuan “ tentang alam semesta
atau lainnya.
Di dalam serat Wulang Reh, karya "kasusastran" Jawa (dalam bentuk
syair) yang ditulis oleh Kanjeng Sunan Paku Buwono IV, terdapat juga ajaran
untuk hidup secara asketik, dengan usaha menuju kasampurnaning urip.
Pada gulangen ing kalbu ing sasmita amrih lantip aja pijer mangan nendra
kaprawiran den kaesti pesunen sarira nira sudanen dhahar lan guling (Intinya, orang harus melatih kepekaan hati agar tajam
menangkap gejala dan tanda-tanda. termasuk ajaran tak boleh mengumbar nafsu
makan serta tidur).
SAMADI
Samadi berasal dari kata : Sam artinya besar dan Adi artinya bagus atau
indah. Seseorang yang melakukan samadi adalah seseorang yang mengambil
posisi-patrap untuk meraih budi yang besar, indah dan suci.
17
Budi suci adalah budi yang diam tanpa nafsu, tanpa keinginan dan pamrih
apapun. Inilah kondisi suwung ( kosong ) tetapi sebenarnya ada aktifitas dari
getaran hidup murni, murni sebagai sifat-sifat hidup dari Tuhan.
Budi suci terlihat seperti cahaya atau sinar yang disebut Nur, Nur itu
adalah hati dari budi. Kesatuan dari budi dan nur secara mistis disebut curigo
manjing warongko atau bersatunya kawula dan Gusti atau juga biasa
digambarkan Bima manunggal dengan Dewa Ruci.
Istilah lainnya ialah Pangrucatan atau Kamukswan, pangrucatan itu artinya
dilepas, apa yang dilepas ? pengaruh dari nafsu . Mukswa artinya
dihapus, apa yang dihapus ? pengaruh dari nafsu, oleh karena itu samadi
adalah satu proses dari penyucian budi, budi menjadi nur. Di dalam nur ini,
kawula bisa berkomunikasi dengan Gusti untuk menerima tuntunan sesuai dengan
kedudukannya sebagai kawula.
Praktek Samadi
Waktu bersamadi orang bisa mengambil posisi
duduk atau tidur telentang diatas tempat tidur. Pilihlah tempat yang bersih,
tenang dan aman, bernafaslah dengan santai, pada posisi tidur kaki diluruskan,
kedua tangan diletakkan didada. Dengarkanlah dengan penuh perhatian suara nafas
dengan tenang, menghirup dan mengeluarkan udara melalui hidung. Ini akan
membuat pikiran menjadi tidak aktif. Nikmatilah suara nafas dengan jalan
menutup mata, ini sama seperti kalau memusatkan pandangan kepada pucuk hidung.
Dengan melakukan ini, pikiran dinetralisir
demikian juga angan-angan dan pengaruh panca indera. Sesudah itu nafsu
dinetralisir didalam indera ke enam. Bila berhasil orang akan berada dalam
suwung dan nur mendapatkan tuntunan mistis yang simbolis.
Manusia.
Manusia diciptakan oleh Tuhan, manusia adalah makluk yangmempunyai :
1. Badan
jasmani = badan kasar.
2. Badan jiwa = badan alus.
3. Badan cahaya = nur atau suksma
Dengan susunan seperti tersebut diatas, diharapkan akan mampu mengetahui “
Sangkan Paraning Dumadi “ ( makna perjalanan kehidupan ).
Memahami Jagad Raya.
Sebelum adanya jagad raya, tidak ada apa-apa kecuali kekosongan dan suwung.
Didalam suwung terdapat sifat-sifat hidup dari Tuhan, jagad raya adalah suatu
Causa prima. Sifat-sifat hidup Tuhan terasa seperti getaran dan getaran ini
terus menerus.
Ada tiga
elemen yang terdiri dari :
1. Elemen
merah dengan sinar merah, ini panas
2. Elemen biru dengan sinar biru, ini dingin
3. Elemen kuning dengan sinar kuning, ini menakjubkan.
Elemen-elemen ini selalu bergetar. Sebagai hasil dari perpaduan ketiga
elemen tersebut, elemen ke empat lahir dengan warna putih atau putih
keperak-perakan dan inilah yang disebut nur. Nur itu adalah sari dari jagad
raya, ada yang menjadi calon planet, ada yang menjadi badan budi atau jiwa
yaitu badan jiwa dari manusia, ketika nur menjadi sari dari badan jasmani
manusia. Itu artinya didalam jagad raya dan galaksi akan selalu dilahirkan
planet-planet dan bintang-bintang baru. Kondisi dari plenet-planet yang baru
dilahirkan bisa berbeda antara yang satu dengan yang lain, karena tergantung
kepada pengaruh dari tiga elemen tersebut, ada planet yang bisa dihuni dan yang
tidak bisa dihuni.
Miyos saking renteging hawa
ambedah anggit prayitnaing pikir
sesumeh bayu ayuning asih
njembari pajar latuning titah
ilang lunganing ngawang
nemoni asrep reseping wening
http://akangkoclok.blogspot.comhttp://akangkoclok.blogspot.comOno sanepa kagem pepiling
Wong kang ambudi daya kalawan anglakoni tapa utawa semedi kudu kanthi kapracayan kang nyukupi apa dene serenging lan kamempengan anggone nindhakake. Atine kudu santosa temenan supaya wong kang nindhakake sedyane mau ora nganti kadadeyan entek pengarep-arepe yen kagawa saka kuciwa dening kahanane badane, wong mau kudu nindakake pambudi dayane luwih saka wewangening wektu saka katamtuwaning laku kang dikantekake marang sawiji-wijining mantram lan ajaran ilmu gaib awit gede gedening kagelan iku ora kaya wong kang gagal enggone nindakake lakune rasa kuciwa kang mangkono iku nuwuhake prihatin lan getun, nganti andadekake ciliking ati lan enteking pangarep-arep. Sawise wong mau entek pangarep arepe lumrahe banjur trima bali bae marang panguripan adat sakene mung dadi wong lumrah maneh.
Kawruhana wong kang lagi miwiti ngyakinake ilmu gaib sok sok dheweke iku mesthi nemoni kagagalan kagagalan kang nuwuhake rasa kuciwa. Sawijining wewarah kang luwih becik tumrap wong kang lagi nglakoni kasutapan iya iku ati kang teguh santosa aja kesusu-susu lan aja bosenan ngemungake wong kang anduweni katetepan ati lan santosaning sedya sumedya ambanjurake ancase iya iku wong kang bakal kasembadan sedyane. Wong ngyakinake prabawa gaib iku anduweni kekarepan supaya dadi wong lanang temenan kang diendahake dening wong akeh, iya anaa ing ngendi wae enggone nyugulake dirine, Amarehe diwedeni ing wong akeh panguwuhe gawe kekesing wong yen anyentak dadi panggugupake lan gawe gemeter dirine, ditrisnani ing wong akeh pitembungane digatekake lan pakartine diluhurake ing wong akeh, iya pancen nyata wong liyane mesthi tunduk marang sawijining wong kang ahli ilmu.
Wong kang ambudi daya kalawan anglakoni tapa utawa semedi kudu kanthi kapracayan kang nyukupi apa dene serenging lan kamempengan anggone nindhakake. Atine kudu santosa temenan supaya wong kang nindhakake sedyane mau ora nganti kadadeyan entek pengarep-arepe yen kagawa saka kuciwa dening kahanane badane, wong mau kudu nindakake pambudi dayane luwih saka wewangening wektu saka katamtuwaning laku kang dikantekake marang sawiji-wijining mantram lan ajaran ilmu gaib awit gede gedening kagelan iku ora kaya wong kang gagal enggone nindakake lakune rasa kuciwa kang mangkono iku nuwuhake prihatin lan getun, nganti andadekake ciliking ati lan enteking pangarep-arep. Sawise wong mau entek pangarep arepe lumrahe banjur trima bali bae marang panguripan adat sakene mung dadi wong lumrah maneh.
Kawruhana wong kang lagi miwiti ngyakinake ilmu gaib sok sok dheweke iku mesthi nemoni kagagalan kagagalan kang nuwuhake rasa kuciwa. Sawijining wewarah kang luwih becik tumrap wong kang lagi nglakoni kasutapan iya iku ati kang teguh santosa aja kesusu-susu lan aja bosenan ngemungake wong kang anduweni katetepan ati lan santosaning sedya sumedya ambanjurake ancase iya iku wong kang bakal kasembadan sedyane. Wong ngyakinake prabawa gaib iku anduweni kekarepan supaya dadi wong lanang temenan kang diendahake dening wong akeh, iya anaa ing ngendi wae enggone nyugulake dirine, Amarehe diwedeni ing wong akeh panguwuhe gawe kekesing wong yen anyentak dadi panggugupake lan gawe gemeter dirine, ditrisnani ing wong akeh pitembungane digatekake lan pakartine diluhurake ing wong akeh, iya pancen nyata wong liyane mesthi tunduk marang sawijining wong kang ahli ilmu.
Wong ahli kasutapan tansah yakin enggone ngumpulake
kekuwatan gaib ing dalem dhirine. Ana paedahe kang migunani banget manawa wong
nindakake pambudi daya kalawan misah dheweke ana ing papan kang sepi karana
tinimune kekuwatan gaib iku sok-sok tinemu dhewekan ana ing sepen. Wong ahli
kasutapan kudu budidaya bisane nglawan marang nepsune kekarepan umum (kekarepan
wong akeh kang campur bawur ngumandang ana ing swasana), kalawan tumindak
mangkono wong ahli kasutapan mau dadi nduweni pikiran-pikiran kang mardhika,
iya pikiran-pikiran kang mangkono iku kang bisa nekakake kasekten gaib.
Sangsaya akeh kehing kang kena tinides, uga sangsaya
gedhe tumandhoning kekuwatan gaib kang kinumpulake. Kekuwatan gaib iku tansah
makarti tanpa kendhat enggone mujudake sedya lan nganakake kekarepan. Wong ahli
kasutapan kudu anduweni ati kang tetep lan kekarepan kan dereng, kalawan ora
maelu marang anane pakewuh pakewuhe lan kagagalan-kagagalaning. Kasekten iku
kaperang ana rong warna, iya iku kasekten putih (Witte magie/white magic) utawa
kasekten ireng (Zwarte magie/Black Magic). Awit saka anane perangan mau banjur
dadi kanyatan yen perangan kang sawiji iku becik, dene perangan liyane ala.
Kasekten putih iku satemene ilmu Allah Kang Maha Luhur
wis mesthi bae kapigunakake mligi kanggo kaslametane wong akeh. Dene kasekten
ireng iku ilmu kaprajuritan kang kapigunakake luwih-luwih kanggo nelukake
kalayan paripaksa, sarta bakal anjalari kacilakaning wong liya. Ananing sakaro
karone saka sumber ilmu Allah sarta sakaro karane iku padha dipigunakake
kalawan atas asma Allah. Tinemune ilmu-ilmu kasekten iki saranane kalawan
kekuwataning pikiran pikiran iku manawa kagolongake meleng sawiji bisa nuwuhake
kekuwatan kaya panggendeng kang rosa banget tumrap marang apa bae kang dipikir
lan disedya.
Wong kang nglakonitapa kalawan nindakake laku-laku kang
tinemtokake wis mesthi bae gumolonging pikirane bebarengan padha kumpul dadi
siji sarta katujokake marang apa kang disedya kalawan mangkono iku kekuwatan
daya anarik migunakake sarosaning kekuwatane banjur anarik apa kang dikarepake.
Swasana kang katone kaya dene kothong bae iku satemene ana drate rupa-rupa
kayata : geni murub emas kayu lemah waja, electrieiteit zunrstof koolzunr
sarpaning Zunr lan isih akeh liya-liyane maneh.
Samengko umpamane ban ana sawijining wong kang lagi tapa
kalawan duwe sedya supaya andarbeni daya prabawa kang luwih gedhe sarta
anindakake sakehing kekuwatan pikiran kalawan ditujokake marang sedyane mau
nganti nuwuhake daya prabawa. Kekuwataning daya anarik saka pikiran iku banjur
anarik dzat ing swasana kang pinuju salaras karo daya prabawa mau kalawan saka
sathithik sarta sareh dzat daya prabawa kang ing swasana iku katarik mlebu ing
dalem badane wong kang lagi tapa mau. Kalawan mangkono dzat "prabawa"
iku dadi kumpul ing dalem badane wong narik dzat iku nganti tumeka wusanane
badane wong ahli tapa, iku bisa metokake daya prabawa kang gedhe daya karosane.
Wong kang andarbeni ilmu kang mangoko iku dadi sawijining
wong kang sakti mandraguna. Tumrap wong-wong kang nglakoni tapa ditetepake
pralambang telu : Diyan, Jubah lan Teken. Diyan minangka pralambanging
pepadhang, tumrap kahanan kang umpetan utawa gaib. Jubah minangka dadi
pralambange katentremaning ati kang sampurna, dene teken minangka dadi
pralambanging kekuwatan gaib.
Ing dalem sasuwene wong nglakoni tapa iku prelu banget
kudu migateake marang sirikane, kayata : wedi, nepsu, sengit, semang-semang lan
drengki. Rasa wedi iku sawijining pangrasa kang luwih saka angel penyegahe.
Menawa isih kadunungan rasa wedi ing dalem atine wong ora bakal bisa kasambadan
apa kang disedyaak. Kalawan "rasa wedi" iku atining wong dadi ora bisa
anduweni budi daya apa-apa.
Sajrone nglakoni tapa utawa salagine ngumpulake kekuwatan
gaib, atining wong iku mesthi kudu tetep tentrem lan ayem sanadyan ana
kadadeyan apa wae. Manawa atine wong iku nganti gugur, kasutapan iya uga dadi
gugur lan kudu lekas wiwit maneh. Gegeman kalawan wadi sakehing ilmu gaib lkang
lagi pinarsudi, luwih becik murih nyataning kasekten tinimbang karo susumbar
kalawan kuwentos kayakenthos.
"Nepsu" iku andadekake tanpa dayane
kekuwataning batin. "Semang-semang" iku andadekake ati kang peteng
ora padhang terang. "Sengit utawa drengki" iku uga dadi mungsuhing
kekuwatan gaib. Wong kang lagi nindakake katamtuwan ing dalem kasutapan kudu
kalawan ati kang sabar anteng lan tetep.
Patrapebadan kang kaku lan kagugupan kudu didohake .
Þ
Aja sok
singsot
Þ
Aja duwe
lageyan sok nethek nethek kalawan driji tangan marang meja kursi utawa papan
liyane.
Þ
Aja
ngentrok-entrokake sikil munggah mudhun.
Þ
Aja sok
anggigit kukuning dariji tangan.
Þ
Aja
mencap-mencepake lambe.
Þ
Aja
molahake lidhah lan andhilati lambe.
Þ
Aja
narithilake kedheping mata.
Þ
Ngedohake
sakehing saradan utawa bendana kang ora becik, kayata glegak-glegek
molah-molahake sirah, kukur-kukur sirah, ngangkat pundhak lan liya-liyane
sabangsane saradan kabeh.
Satemene perlu banget nyirnakake kekarepan
"drengki" luk wit ngrasaning karep drengki iku banget nindhih marang
diri pribadi. Ana maneh "drengki" iku kaya anggawa sawijining pikulan
abot kang tansah nindhes marang dhiri lan sarupa ana barang atos medhokol kang
angganjel pulung ati. "Drengki lan meri" iku mung anggawa karugiyan
bae tumrap kita, ora ana gunane sathithik -thithika. Salawase wong isih
anduweni pangrasan karep "drengki lan meri" iku ora bakal bisa tumeka
kamajuwane tumrap dunya prabawaning gaib.
Ora
mung tumindak bae tumrap sawijining wong bae bisa maluyakake wong liya kalawan
kekuwatan gaib nanging uga tumindak tumrap sawijining wong maluyakake dhiri
pribadi kalawan kekuwatan iku. Bisane maluyakake larane wong liya, mesthine
kudu ngirima kekuwatan waluya marang sajroning badane wong kang lara. Manawa
wong gelem naliti yen wong iku bisa ngumpulake kekuwatan gaib ing dalem badane
dhewe lan ngetokake sabageyan kekuwatan gaib kawenehake marang wong liyane mestheni uwong bisa ngreti yen arep migunakake
kekuwatan iku nganggo paedahe dhiri dhewe uga luwih gampang.
Supaya bisa nindhakake pamaluya marang dhirine dhewe
kalawan sampurna wong ngesthi kudu mahamake cara-carane maluyakake panyakit.
Iya iku cara-cara kang katindakake kanggo maluyakake wong liya lan wusanane
ambudidaya supaya bisa migunakake obah-obahan iku marang awake dhewe.
Kawitane wong kudu nindakake patrape mangreh napas,
kanggo negahake asabat. Dene carane ngatur napas iku kaprathelakake kalayan
ringkes kaya ing ngisor iki :
Ø
Madika
panggonan kang sepi.
Ø
Lungguha
ing sawijining palinggihan kang endhek lan kepenak, sikil karo pisan tumapak
ing lemah.
Ø
Badan
kajejegake lan janggute diajokake.
Ø
Benik-beniking
klambi kang kemancing padha kauculan, sabuk uga diuculi supaya sandangan dadi
longgar lan kepenak kanggo tumindhak ing napas.
Ø
Pikiran
katarik mlebu, supaya luwar saka sakehing geteran pikiran kaya saka ing jaba.
Ø
Sakehing
urat-urat kakendokake.
Ø
Banjur
narika napas kalawan alon lan nganti jero banget tahanen napas iku sawatara
sekon/detik (kira-kira 6 detik) lan wusanane wetokna napas iku kalawan sareh.
Anujokna gumolonging pikiran kalawan ngetut marang napas
kang mlebu metu iku kalawan giliran. Cara nindakake napas kaya ing ngisor iki :
Þ
Narik napas
kalawan alon lan nganti jero ing sabisane, nganti dhadha mekar lan weteng dadi
nglempet.
Þ
Nahan napas
iku kira-kira nem saat utawa luwih suwe ing dalem paru-paru dhadhane cikben
lestari mekare, lan wetenge cikben lestaringlempetake kalawan mangkono iku
gurung dalaning napas tansah tetep menga.
Þ
Ambuangna
napas kalawan alon nganti entek babar pisan nganti dhadha dadi kempes, lan
weteng dadi mekar.
Þ
Banjurna
marambah-rambah matrapake mangkono iku suwene kira-kira saka lima tumeka
limolas menit utawa luwih suwe nganti bisa nemoni pangrasa anteng lan tentrem
ing sajroning badan.
Carane matrapake kasebut ing dhuwur iku sawijining cara
kanggo napakake napas, iki kena lan kudu ditindakake saben dina telung
rambahan, dening sapa bae kang nglakoni tapa supaya oleh ilmu gaib. Daya kang
luwih bagus iya iku miwiti makarti miturut pituduhan. Aja weya nindakake patrap
kanggo napakake napas iku.
Cara matrapake tumindaking napas iku kena uga ditindakake
kalayan leyeh-leyeh mlumah : ngendokake sakabehing urat-urat nyelehake tangan
karo pisan sadhuwuring weteng lan nindakake lakuning napas miturut aturan. Daya
ngisekake Prana Ngadeg kalawan jejeg sikil karo pisan kapepetake dadi siji lan
driji -drijining tangan karo pisan dirangkep dadi siji kalawan longgar.
Banjur
matrapa lakuning napas sawatara rambahan miturut aturan. Gawe segering utek
lungguha kalawan jejeg lan nyelehna tangan karo pisan ing sandhuwuring pupu
kiwa tengen: mripat mandheng marang arah ing ngarep kalawan tetep: sikil karo
pisan tumadak ing lemah. Kalawan jempol tangan tengen anutup lenging grana
sisih tengen lan anarika napas liwat lenging grana sisih kiwa, wusana
nglepasake jempol iku banjur ambuwang napas lan nutupa lenging grana kiwa
kalawan driji narika napas liwat lenging grana tengen, lepasna driji panutup
iku lan ambuwanga napas. Mangkono sabanjure kalawan genti-genten kiwa lan tengen.
SARASEHAN ILMU KESAMPURNAAN
Terjemahan :
Serat Kekiyasanning Pangracutan salah satu buah karya sastra Sultan Agung raja atara ( 1613 - 1645 )
Ini adalah keterangan Serat Suatu pelajaran tentang Pangracutan yang telah
disusun oleh Baginda Sultan Agung Prabu Anyakrakusuma di Mataram atas berkenan
beliau untuk membicarakan dan temu nalar dalam hal ilmu yang sangat rahasia,
untuk mendapatkan kepastian dan kejelasan dengan harapan dapat dirembuk dengan
para ahli ilmu kasampurnaan.
Adapun mereka yang diundang dalam temu nalar
itu adalah :
1. Panembahan
Purbaya
2 Panembahan Juminah
2. Panembahan Ratu Pekik di Surabaya
3. Panembahan Juru Kithing
4. Pangeran di Kadilangu
5. Pangeran di Kudus
6. Pangeran di Tembayat
7. Pangeran Kajuran
8. Pangeran Wangga
9. Kyai Pengulu Ahmad Katengan
1. Berbagai Kejadian Pada Jenazah
Adapun yang menjadi pembicaraan, beliau menanyakan apa yang telah terjadi
setelah manusia itu meninggal dunia, ternyata mengalami bermacam-macam kejadian
pada jenazahnya dari berbagai cerita umum, juga menjadi suatu kenyataan bagi
mereka yang sering menyaksikan keadaan jenazah yang salah kejadian atau
berbagai macam kejadian pada keadaan jenazah adalah berbagai diketengahkan
dibawah ini :
1) Ada
yang langsung membusuk
2) Ada pula yang jenazahnya utuh
3) Ada yang tidak berbentuk lagi, hilang bentuk jenazah
4) Ada pula yang meleleh menjadi cair
5) Ada yang menjadi mustika (permata)
6) Istimewanya ada yang menjadi hantu
7) Bahkan ada yang menjelma menjadi hewan.
Masih
banyak pula kejadianya, lalu bagaimana hal itu dapat terjadi apa yang menjadi penyebabnya.
Adapun menurut para pakar setelah mereka bersepakat disimpulkan suatui
pendapat sebagai berikut :
Sepakat
dengan pendapat Sultan Agung bahwa manusia itu setelah meninggal keadaan
jenazahnya berbeda-beda itu suatu tanda bahwa disebabkan karena ada kelainan
atau salah kejadian (tidak wajar), makanya demikian karena pada waktu masih
hidup berbuat dosa setelah menjadi mayat pun akan mengalami sesuatu masuk
kedalam alam penasaran. Karena pada waktu pada saat sedang memasuki proses
sakaratul maut hatinya menjadi ragu, takut, kurang kuat tekadnya, tidak dapat
memusatkan pikiran hanya untuk satu ialah menghadapi maut. Maka ada berbagai bab dalam mempelajari ilmu ma’rifat, seperti yang akan kami utarakan berikut ini :
1. Pada waktu masih hidupnya, siapapun
yang senang tenggelam dalam kekayaan dan kemewahan, tidak mengenal tapa brata,
setelah mencapai akhir hayatnya, maka jenazahnya akan menjadi busuk dan
kemudian menjadi tanah liat sukmanya melayang gentayangan dapat diumpamakan
bagaikan rama-rama tanpa mata sebaliknya, bila pada saat hidupnya gemar
menyucikan diri lahir maupun batin. Hal tersebut sudah termasuk lampah maka
kejadiannya tidak akan demikian.
2. Pada waktu masih hidup bagi
mereka yang kuat pusaka tetapi tidak mengenal batas waktunya bila tiba saat
kematiannya maka mayatnya akn terongok menjadi batu dan membuat tanah
perkuburannya itu menjadi sanggar adapun rohnya akan menjadi danyang semoro
bumi walaupun begitu bila masa hidupnya mempunyai sifat nrima atau sabar
artinya makan tidur tidak bermewah-mewah cukup seadanya dengan perasaan tulus
lahir batin kemungkinan tidaklah seperti diatas kejadiannya pada akhir
hidupnya.
3. Pada masa hidupnya
seseorang yang menjalani lampah tidak tidur tetapi tidak ada batas waktu
tertentu pada umumnya disaat kematiannya kelak maka jenaahnya akan keluar dari
liang lahatnya karena terkena pengaruh dari berbagai hantu yang menakutkan.
Adapun sukmanya menitis pada hewan. Walaupun begitu bila pada masa hidupnya
disertai sifat rela bila meninggal tidak akan keliru jalannya.
4. Siapun yang melantur dalam
mencegah syahwat atau hubungan seks tanpa mengenal waktu pada saat kematiannya
kelak jenazahnya akan lenyap melayang masuk kedalam alamnya jin, setan, dan roh
halus lainnya sukmanya sering menjelma menjadi semacam benalu atau menempel
pada orang seperti menjadi gondaruwo dan sebagainya yang masih senang
mengganggu wanita kalau berada pada pohon yang besar kalau pohon itu di potong
maka benalu tadi akan ikut mati walaupun begitu bila mada masa hidupnya
disertakan sifat jujur tidak berbuat mesum, tidak berzinah, bermain seks dengan
wanita yang bukan haknya, semuanya itu jika tidak dilanggar tidak akan begitu
kejadiannya kelak.
5. Pada waktu masih hidup selalu
sabar dan tawakal dapat menahan hawa nafsu berani dalam lampah dan menjalani
mati didalamnya hidup, misalnya mengharapkan janganlah sampai berbudi rendah,
rona muka manis, dengan tutur kata sopan, sabar dan sederhana semuanya itu
janganlah sampai belebihan dan haruslah tahu tempatnya situasi dan kondisi dan
demikian itu pada umumnya bila tiba akhir hayatnya maka keadaan jenazahnya akan
mendapatkan kemuliaan sempurna dalam keadaannya yang hakiki. Kembali menyatu
dengan zat yang Maha Agung, yang dapat mneghukum dapat menciptakan apa saja ada
bila menghendaki datang menurut kemauannya apalagi bila disertakan sifat welas
asih, akan abadilah menyatunya Kawulo Gusti.
Oleh karenanya bagi orang yang ingin mempelajari ilmu ma’arifat haruslah
dapat menjalani : Iman, Tauhid dan Ma’rifat.
2. Berbagai Jenis Kematian
Pada ketika itu Baginda Sultan Agung Prabu Hanyangkra Kusuma merasa senang
atas segala pembicaraan dan pendapat yang telah disampaikan tadi. Kemudian
beliau melanjutkan pembicaraan lagi tentang berbagai jenis kematian misalnya :
1.
Mati Kisas
2.
Mati kias
3.
Mati sahid
4.
Mati salih
5.
Mati tewas
6.
Mati apes
Semuanya
itu beliau berharap agar dijelaskan apa maksudnya maka yang hadir memberikan
jawaban sebagai berikut
Mati Kisas, adalah suatu jenis kematian karena hukuman mati.
Akibat dari perbuatan orang itu karena membunuh, kemudian dijatuhi hukuman
karena keputusan pengadilan atas wewenang raja.
Mati Kias, adalah suatu jenis kematian akibatkan oleh suatu
perbuatan misalnya: nafas atau mati melahirkan.
Mati Syahid, adalah suatu jenis kematian karena gugur dalam perang,
dibajak, dirampok, disamun.
Mati Salih, adalah suatu jenis kematian karena kelaparan, bunuh diri
karena mendapat aib atau sangat bersedih.
Mati Tiwas, adalah suatu jenis kematian karena tenggelam, disambar
petir, tertimpa pohon , jatuh memanjat pohon, dan sebagainya.
Mati Apes, suatu jenis kematian karena ambah-ambahan, epidemi karena
santet atau tenung dari orang lain yang demikian itu benar-benar tidak dapat
sampai pada kematian yang sempurna atau kesedanjati bahkan dekat sekali pada
alam penasaran.
Berkatalah beliau : “Sebab-sebab kematian tadi yang mengakibatkan
kejadiannya lalu apakah tidak ada perbedaannya antara yang berilmu dengan yang
bodoh ? Andaikan yang menerima akibat dari kematian seornag pakarnya ilmu
mistik, mengapa tidak dapat mencabut seketika itu juga ?”
Dijawab oleh yang menghadap : “Yang begitu itu mungkin disebabkan karena
terkejut menghadapi hal-hal yang tiba-tiba. Maka tidak teringat lagi dengan
ilmu yang diyakininya dalam batin yang dirasakan hanyalah penderitaan dan rasa
sakit saja. Andaikan dia mengingat keyakinan ilmunya mungkin akan kacau didalam
melaksanakannya tetapi kalau selalu ingat petunjuk-petunjuk dari gurunya maka
kemungkinan besar dapat mencabut seketika itu juga.
Setelah mendengar jawaban itu beliau merasa masih kurang puas menurut pendapat
beliau bahwa sebelum seseorang terkena bencana apakah tidak ada suatu firasat
dalam batin dan pikiran, kok tidak terasa kalau hanya begitu saja beliau kurang
sependapat oleh karenanya beliau mengharapkan untuk dimusyawarahkan sampai
tuntas dan mendapatkan suatu pendapat yang lebih masuk akal.
Kyai Ahmad Katengan menghaturkan sembah: “Sabda paduka adalah benar, karena
sebenarnya semua itu masih belum tentu , hanyalah Kangjeng Susuhunan Kalijogo
sendiri yang dapat melaksanakan ngracut jasad seketika , tidak terduga siapa
yang dapat menyamainya
3. Wedaran Angracut Jasad
Adapun Pangracutan Jasad yang dipergunakan oleh Kangjeng Susuhunan
Kalijogo, penjelasannya yang telah diwasiatkan kepada anak cucu seperti ini
caranya:
“Badan
jasmaniku telah suci, kubawa dalam keadaan nyata, tidak diakibatkan kematian,
dapat mulai sempurna hidup abadi selamanya, didunia aku hidup, sampai di alam
nyata (akherat) aku juga hidup, dari kodrat iradatku, jadi apa yang kuciptakan,
yang kuinginkan ada, dan datang yang kukehendaki”.
4. Wedaran Menghancurkan Jasad
Adapun pesan beliau Kangjeng Susuhunan di Kalijogo sebagai berikut :
“Siapapun yang menginginkan dapat menghancurkan tubuh seketika atau terjadinya
mukjizat seperti para Nabi, mendatangkan keramat seperti para Wali,
mendatangkan ma’unah seperti para Mukmin Khos, dengan cara menjalani tapa brata
seperti pesan dari Kangjeng Susuhunan di Ampel Denta :
1.
Menahan
Hawa Nafsu, selama seribu hari siang dan malamnya sekalian.
2.
Menahan
syahwat (seks), selama seratus hari siang dan malam
3.
Tidak
berbicara, artinya membisu, dalam empat puluh hari siang dan malam
4.
Puasa padam
api, tujuh hari tujuh malam
5.
Jaga,
lamanya tiga hari tiga malam
6.
Mati raga,
tidak bergerak lamanya sehari semalam.
Adapun
pembagian waktunya dalam lampah seribu hari seribu malam itu beginilah caranya
:
o
Manahan
hawa nafsu, bila telah mendapat 900 hari lalu teruskan dengan
o
Menahan
syahwat, bila telah mencapai 60 hari, lalu dirangkap juga dengan
o
Membisu
tanpa berpuasa selama 40 hari, lalu lanjutkan dengan
o
Puasa pati
selama 7 hari tujuh malam, lalu dilanjutkan dengan
o
Jaga,
selama tiga hari tiga malam, lanjutkan dengan
o
Pati raga
selama sehari semalam.
Adapun caranya Pati Raga adalah : tangan bersidakep kaki membujur dan
menutup sembilan lobang ditubuh, tidak bergerak-gerak, menahan tidak berdehem,
batuk, tidak meludah, tidak berak, tidak kencing selama sehari semalam
tersebut. Yang bergerak tinggallah kedipnya mata, tarikan nafas, anapas,
tanapas nupus, artinya tinggal keluar masuknya nafas, yang tenang jangan sampai
bersengal-sengal campur baUR.
DUNIA MAHKLUK HALUS
DUNIA MAHKLUK HALUS
Pada kenyataannya banyak orang yang tertarik menelaah pada dunia mahkluk halus, barang kali mereka mendengar beberapa cerita atau membaca tulisan atau dari buku-buku. Bagi orang yang telah mencapai ilmu sejati dalam kejawen atau mungkin yang sudah menguasai metafisika, dunia mahkluk halus itu biasa adanya, bukannya omong kosong. Dibawah ini digambarkan informasi dari dunia-dunia mereka versi kejawen,dimana ( lebih dari satu dunia ) paling tidak yang terjadi ditanah Jawa.
Banyak ahli kejawen mempunyai pendapat yang sama
bahwasanya di dalam dunia yang satu dan sama ini, sebenarnya dihuni oleh tujuh
macam alam kehidupan, termasuk alam yang dihuni oleh manusia. Di dunia ini
memiliki tujuh saluran kehidupan yang ditempati oleh bermacam-macam mahkluk.
Mahkluk-mahkluk dari tujuh alam tersebut, pada prinsipnya mereka mengurusi
alamnya masing-masing, aktivitas mereka tidak bercampur setiap alam mempunyai
urusannya masing-masing. Dari tujuh alam itu hanyalah alamnya manusia yang
mempunyai matahari dan penduduknya yang terdiri dari manusia, binatang dan
lain-lain mempunyai badan jasmani.
Penduduk dari 6 alam yang lain mereka mempunyai badan
dari cahaya ( badan Cahya ) atau yang secara populer dikenal sebagai mahkluk
halus (wong alus) mahkluk yang tidak kelihatan. Di 6 alam itu tidak ada hari
yang terang berderang karena tidak ada matahari. Keadaannya seperti suasana
malam yang cerah dibawah sinar bulan dan bintang-bintang yang terang, maka itu
tidak ada sinar yang menyilaukan seperti sinar matahari atau bagaskoro ( Jawa
halus ).
Konon Ada 2 macam mahkluk halus :
1. Mahkluk halus asli yang
memang dilahirkan – diciptakan sebagai mahkluk halus.
2. Mahkluk halus
yang berasal dari manusia yang telah meninggal. Seperti juga manusia ada yang
baik dan jahat, ada yang pintar dan bodoh.
Mahkluk-mahkluk halus yang asli mereka tinggal di
dunianya masing-masing, mereka mempunyai masyarakat maka itu ada mahkluk halus
yang mempunyai kedudukan tinggi seperti Raja-raja, Ratu-ratu, Menteri-menteri dan
lain-lain, sebaliknya ada yang berpangkat rendah seperti prajurit, pegawai,
pekerja dan lain-lain.
Inilah kenyataannya yang bukan hanya merupakan ilusi atau bayangan semata,
alam lain itu antara lain :
1. Merkayangan
Kehidupan di saluran ini hampir sama seperti kehidupan di
dunia manusia, kecuali tidak adanya sinar terang seperti matahari.
Dalam dunia merkayangan mereka merokok, rokok yang sama
seperti dunia manusia, membayar dengan uang yang sama, memakai macam pakaian
yang sama, ada banyak mobil yang jenisnya sama di jalan-jalan, ada banyak
pabrik-pabrik persis seperti di dunia manusia. Yang mengherankan adalah, mereka
itu memiliki tehnologi yang lebih canggih dari manusia, kota-kotanya lebih
modern ada pencakar langot, pesawat-pesawat terbang yang ultra modern dan lain-lain.
Ada juga hal-hal yang mistis di dunia Merkayangan ini,
kadang-kadang bila perlu ada juga manusia yang diundang oleh mereka antara lain
untuk : melaksanakan pertunjukkan wayang kulit, menghadiri upacara perkawinan,
bekerja di batik, rokok dan manusia-manusia yang telah melakukan pekerjaan di
dunia tersebut, mereka itu dibayar dengan uang yang syah dan berlaku seperti
mata uang di dunia ini.
2. Jin - Siluman
Mahkluk halus ini konon suka tinggal didaerah yang ber
air seperti di danau-danau, laut , samudera dan lain-lain, masyarakat siluman
diatur seperti masyarakat jaman kuno. Mereka mempunyai Raja, Ratu, Golongan
Aristokrat, Pegawai-pegawai Kerajaan, pembantu-pembantu, budak-budak dll.
Mereka bisa tinggal di Keraton-keraton, rumah-rumah bangsawan, rumah-rumah yang
bergaya kuno dan lain-lain.
Kalau orang pergi berkunjung ke Solo-Yogyakarta atau jawa
Tengah, orang akan mendengar cerita tentang beberapa siluman antara lain :
Kanjeng Ratu Kidul (Ratu Laut Selatan),
Ratu legendaris, berkuasa dan amat cantik, yang tinggal di istananya di Laut
Selatan, dengan pintu gerbangnya Parangkusumo.
Parangkusumo ini terkenal sebagai tempat pertemuan antara
Panembahan Senopati dan Kanjeng Ratu Kidul, dalam pertemuan itu, Kanjeng Ratu
Kidul berjanji untuk melindungi semua raja dan kerajaan Mataram.
Beliau mempunyai seorang patih wanita yang setia dan
sakti yaitu Nyai Roro Kidul, kerajaan laut selatan ini terhampar di Pantai
Selatan Pulau Jawa, di beberapa tempat kerajaan ini mempunyai Adipati. Seperti
layaknya disebuah negeri kuno di kerajaan laut selatan ini juga ada berbagai
upacara, ritual dan lain-lain dan mereka juga mempunyai angkatan perang yang
kuat.
Sarpo Bongso-Penguasa Rawa Pening.
Sebuah danau besar yang terletak di dekat kota Ambarawa
antara Magelang dan Semarang. Sarpo Bongso ini siluman asli, yang telah tinggal
di telaga itu untuk waktu yang lama bersama dengan penduduk golongan siluman.
Sedangkan kanjeng Ratu Kidul bukanlah asli siluman, beberapa abad yang lalu
beliau adalah seorang Gusti dikerajaan di Jawa, tetapi patihnya Nyai Roro Kidul
adalah siluman asli sejak beberap ribu tahun yang lalu.
3. Kajiman
Mereka hidup dirumah-rumah kuno di dalam masyarakat yang
bergaya aristokrat, hampir sama dengan bangsa siluman tetapi mereka itu tinggal
di daerah-daerah pegunungan dan tempat-tempat yang berhawa panas. Orang
biasanya menyebut merak Jim.
4. Demit
Bangsa ini bertempat tinggal di daerah-daerah pegunungan
yang hijau dan lebih sejuk hawanya, rumah-rumah mereka bentuknya sederhana
terbuat dari kayu dan bambu, mereka itu seperti manusia hanya bentuk badannya
lebih kecil.
Disamping masyarakat yang sudah teratur seperti
Merkayangan, Siluman, Kajiman, dan Demit masih ada lagi dua menjelaskannya
lebih detail, secara singkat kedua masyarakat itu adalah untuk mereka yang
jujur, suci dan bijak.
Mahkluk halus yang tidak sempurna.
Disamping tujuh macam alam permanen tersebut, ada sebuah
saluran yang terjepit, dimana roh-roh dari manusia-manusia yang jahat menderita
karena kesalahan yang telah mereka perbuat pada masa lalu, ketika mereka hidup
sebagai manusia.
Manusia yang salah itu pasti menerima hukumaan untuk
kesalahan yang dilakukannya, hukuman itu bisa dijalani pada waktu dia masih hidup
di dunia atau lebih jelek pada waktu sesudah kehidupan ( afterlife ) diterima
oleh orang-orang yang sudah melakukan : fitnah, tidak jujur, prewangan ( orang
yang menyediakan raganya untuk dijadikan medium oleh mahkluk halus ) blakmagic,
guna-guna yang membuat orang lain menderita, sakit atau mati dll, pengasihan
supaya dikasihi oleh orang lain dengan cara-cara yang tidak wajar, membunuh
orang dll perbuatan yang nista.
Memuja berhala untuk menjadi kaya ( pesugihan ) yang
dimaksud dengan berhala dalam kejawen bukanlah patung-patung batu, tetapi
adalah sembilan macam mahkluk halus yang katanya, suka menolong “ manusia
supaya menjadi kaya dengan kekayaan meterial yang berlimpah.
Pemujaan terhadap kesembilan mahkluk jahat itu
merupakan kesalahan fatal, mereka itu bila dilihat dengan mata biasa kelihatan
seperti :
1. Jaran
Penoreh - kuda yang kepalanya menoleh kebelakang
2. Srengara Nyarap - anjing menggigit
3. Bulus
Jimbung - bulus yang besar
4. Kandang Bubrah - kandang yang rusak
5. Umbel Molor - ingus yang menetes
6. Kutuk Lamur - senagsa ikan, penglihatannya
tidak terang
7. Gemak Melung - gemak, semacam burung yang berkicau
8. Codot Ngising - kelelawar berak
9. Bajul
Putih
- buaya putih.
Bagi mereka yang telah melakukan kesalahan dengan jalan
memuja atau menggunakan “ jasa-jasa Baik “ berhala diatas, mereka tentu akan
mendapat hukuman sesudah “ kematiannya “ badan dan jiwa mereka mendapat hukuman
persyaratan sangkan paraning dumadi ( datang dari suci, di dunia inii hidup
suci dan kembali lagi ke suci ).
Berbagai macam hukuman sesudah kehidupan :
Ini merupakan hukuman yang teramat berat, tidak ada
penderitaan yang seberat ini, maka itu setiap orang harus berusaha untuk
menghindarinya. Bagaimana caranya ? mudah saja : bersyukur kepada Tuhan Yang
Maha Kuasa dengan melakukan perbuatan yang baik dan benar, berkelakuan baik,
jujur, suka menolong, jangan menipu, jangan mencuri, jangan membunuh, jangan
menyiksa, jangan melakukan hal-hal yang jelek dan nista.
Ada pepatah Jawa yang bunyinya “ Urip iku mung
mampir ngombe “ artinya hidup didunia ini hanyalah untuk mampir minum,
itu artinya orang hidup didunia ini hanya dalam waktu singkat maka itu
berbuatlah yang pantas/ " pene r".
WEWEDHARANIPUN
TRI BAWANA
[ Jabaran
tiga dunia ]
Bahasa Jawa :
1. Ayat ingkang sapisan, dipun wastani
pambukaning tata mahligai ing dalem Baitalmakmur, kados makaten wewedharanipun
Sajatine ingsun nata malige ing dalem Baitalmakmur iya iku enggon
parameyaningsun jumeneng ana sirahing Adam, kang ana sajroning sirah iku dimak,
iya iku utek kang ana antaraning Dimak iku manik, sajroning pranawa iku sukna,
sajroning sukma iku rahsa, sajroning rahsa iku ingsun ora ana pangeran, anging
ingsun dzat kang anglimputi ing kahanan jati.
2. Ayat ingkang kaping
kalih dipun wastani pambukaning tata mahlige ing dalem Baitalmukharam, kados
makten wewedharanipun :
Sajatine ingsun anata malige ing dalem baitalmukharam, iya iku enggon
laranganingsun jumeneng ana jajaning Adam, kang ana sajroning dhada iku ati,
kang ana antaraning ati iku jantung, sajroning jantung iku budi, sajroning budi
iku jinem, sajroning jinem iku sukma, sajroning sukma iku rahsa, sajroning
rahsa iku ingsun, ora ana Pangeran anging ingsun dzat kang anglimputi kahanan
jati.
3. Ayat ingkang
kaping tiga dipun wastani pambukaning tata mahlige ing dalem Baitalmukadas,
mekaten wewejanganipun :
Sajatine ingsun anata Malige ing dalem Baitalmukadas, iya iku enggon
pasucen ingsun jumeneng ana ing kontholing Adam, kang ana ing sajroning konthol
iku pringsilan, kang ada antaraning iku mutfah, iya iku mani sajroning mutfah
iku madi, sajroning madi iku wadi, sajroning wadi iku manikem, sajroning
manikem iku rahso sajroning rahso iku ingsun, ora ana Pangeran anging ingsun
dzat kang anglimputi ing kahanan jati.
Menggah ingkang sami kapareng amedharaken wedharan triloka wau para wali 8
:
1.
Susuhunan
ing Giri Kadhaton
2.
Susuhunan
ing Kudus
3.
Susuhunan
ing Panggung
4.
Susuhunan
ing Majagung
5.
Susuhunan
ing Pancuran
6.
Susuhunan
ing Cirebon
7.
Syeh
Maulana Ibrahim Jatiswara
8.
Susuhunan
ing Kajenar
Dene anggenipun sami karsa amedharaken Triloka punika
saking anggenipun sami ambabar kaelokaning Ilmi kasampurnan, ingkang kaangge
witting Ilmi bangsa Sorogan, kadosta :
1.
Kawasa
saget andhatengaken salwiring sedya.
2.
Anggenipun
kawasa saget adamel lumpuhing para cidra, inggih punika bangsaning pangetisan.
3.
Sami kawasa
saget adamel sarana wewelikaning pandulu inggih punika kalebet Aji Sesulapan.
4.
Sami
anggelaraken bangsaning gendam, urawi puter giling sapanunggalanipun, nanging
sadya kal wau nalika pakumpulan kaliyan Kanjeng Susuhunan ing Kalijogo inggih
sami ajrih anggelaraken.
Purunipun adamel kaelokan sareng Kanjeng Susuhunan Ing
Kalijaga sampun kayun widaraini, tegesipun gesang toya kalih wonten ing donya
gesang, ing kahanan akhir inggih gesang, sanyata langgeng boten ewah gingsir
mila waget jumeneng Gosul Alam, tegesipun dados musthikaning Sapta Bawana,
inggih punika winenang mengku Bumi langit sap pitu, tetep gesang piyambak boten
wonten ingkang anggesangi
Terjemahan :
1. Ayat yang pertama
dinamakan terbukanya tata mahligai Baital Makmur wedarnya/jabarannya sebagai
berikut :
Sebenarnya aku mengatur singgasana di dalam Baital Makmur, di situlah
tempat kesenangan-KU, berada di kepala Adam, yang berada didalam kepala disebut
dimak yaitu otak, yang berada diantara dimak itu manik, didalam manik itu
pramana adalah pranawa, didalam pranawa itu adalah sukma itu adalah rahsa,
didalam rahsa itu adalah aku, tidak ada Pangeran hanya dzat yang meliputi
disemua keadaan.
2. Ayat yang kedua dinamakan
terbukanya susunan singgasana dalam Baital Mukharam sebagai berikut :
Sebenarnya aku menata singgasana dalam Baital Mukharam itulah tempat
larangan-larangan-KU, yang berada didada Adam, yang berada di dalam dada itu
hati, yang berada diantara hati itu jantung, di dalam jantung itu budi, di
dalam budi itu jinem, di dalam jinem itu sukma, didalam sukma itu rahsa dan di
dalam rahsa itu aku, tidak ada Tuhan kecuali aku, Dzat yang emliputi semua
keadaan .
3. Ayat ketiga dinamakan
terbukanya susunan singgasana dalam Baital Mukadas sebagai berikut :
Sebenarnya aku menata singgasana dalam Baital Mukadas, rumah tempat yang
aku sucikan berada didalam kelaminnya Adam, yang berada di dalam kelamin itu
pelir, yang berada di dalam pelir itu mutfah yakni mani, di dalam mutfah adalah
madi, di dalam madi itu manikem, di dalam manikem itu rahsa, di dalam rahsa itu
adalah aku tidak ada Tuhan kecuali aku, dzat yang meliputi semua keadaan.
Adapun yang ditunjuk mewedarkan wedaran Triloka ialah delapan wali, sebagai
berikut :
1.
Sesuhunan
di Giri Kedaton
2.
Sesuhunan
di Kudus
3.
Sesuhunan
di Panggung
4.
Sesuhunan
di Pajagung
5.
Sesuhunan
di Pancuran
6.
Sesuhunan
di Cirebon
7.
Syeh
Maulana Ibrahim Jatiswara
8.
Sesuhunan
di Kajenar
Adapun mereka mau mewedarkan Triloka itu, karena mereka
telah menyaksikan kehebatan ilmu kasampurnan, yang dianggap menjadi kuncinya
ilmu sorogan, misalnya :
1.
Mampu
mendatangkan semua yang dikehendaki
2.
Mampu
melumpuhkan orang yang berniat jahat, yaitu tergolong pangatisan.
3.
Mampu
membuat penglihatan menjadi berubah ialah sebangsa sulapan.
4.
Mampu
menggelarkan jenisnya dendam, atau puter giling dan sebagainya, tetapi semua
itu ketika masih berkumpul dengan Sunan Kalijogo, mereka takut mempergunakan
ilmu-ilmu tersebut.
Mereka membuat keanehan setelah Sunan Kalijogo sudah
kayun widaraini artinya hidup di akherat pun hidup. Ternyata abadi tidak
berubah oleh karenanya dapat menyandang sebagai Gosul Alam, artinya
menjadi mustikanya tujuh lapis Bawana mempunyai wewenang menguasai Bumi dan
langit lapis tujuh.
AL FAATIHAH ( BEBUKA )
Surat kaping 1 : 7 ayat
( Tumuruning wahyu ana ing Mekkah, tumurun sawuse surat Al-Muddatstsir )
Bahasa Arab :
1. Bismillahir
rahmaanir rahim
2. Alhamdu
lillaahi rabbil ‘aalamiin
3. Arrahmanir
rahiim
4. Maaliki
yaumid diin
5. Iyyaaka
na’budu wa iyyaaka nasta’in
6. Ihdinash
shiraathal mustaqiim
7. Shiraathal
ladziina an’amta ‘alaihim, ghairil maghdhuubi ‘ alaihim waladl dlaal-liin
Bahasa Jawa :
1. Kalawan
asma Allah kang Maha Murah ugi Maha Asih.
2. Kabeh
pangalembana kagunganing Allah Pangeran, Sesembahaning ‘ alam jagad-rat
pramudita.
3. Kang
Maha Murah Maha Asih.
4. Kang Ngratoni ing dina Piwelas.
5. Namung dhumateng Paduka piyambak kita sami menembah ‘ ibadah, saha
namung dhumateng Paduka piyambak kita sami anyenyadhong pitulungan.
6. Dhuh Gusti Allah, mugi Paduka paring pitedah ing kita sadaya
lumampah wonten ing margi ingkang leres.
7. Inggih punika margi, Agaminipun para tetiyang ingkang sampun
Paduka paringi kani’matan, sanes ingkang sami kabendon, tuwin sanes ingkang
sami sasar.
Isi maksud ingkang wigatos ing Surat Al-Faatihah :
Intisari saking isinipun Al-Quraan punika sampun kaweca pokok-pokok ingkang
fundamentil wonten salebeting Surat Al Faatihah, kados kasebut ing ngandhap
punika :
1. Bab ‘aqaid utawi kaimanan ;
punika kuwajiban ingkang wiwitan kaampil, ingkang dipun da’wahaken dening
junjungan kita Nabi Muhammad s.a.w, makaten ugi dening para andika Rasul
saderengipun. Ingkang baku inggih punika ‘ aqidah-tauhid ( memundhi saha
mangeran namung dhumateng Panjenanganipun Allah piyambak ) ‘ Aqidah-tauhid wau
dados jejering piwucal Agami, sadaya para andika Nabi Utusaning Allah kautus
ngampil tugas-pokok mbangun Tauhid ing Allah, sarta ngrebahaken sadaya
kamusyrikan, ugi ngajak Ummatipun supados samia ‘ibadah ( manembah ) ing Allah
piyambak, lan nilar sadaya brahalanipun.
2. ‘Ibadah ; utawi ngumawula lan
manembah ing Allah, ingkang kuwajiban sadaya titah, langkung-langkung manungsa
( sabab manungsa punika makhluk ingkang saged damel kabudayan wonten ing ‘ alam
donya ). Ingkang baku wonten sekawan, inggih punika : Shalat, Zakat, Shiyam lan
kesah Haji. Saking ingkang baku kasebut, lajeng tuwuh ‘ibadah memuji, ndedonga,
dzikir lan tafakkur utawi I’tikaf ing masjid. Saking zakat lajeng tuwuh ‘
ibadah qurban sidqah, weweweh lan tetulung ing sasaminipun, lan saking Shiyam
tuwuh watak Wira’I 9 mboten ndremis lan mboten kathah sesambat ) sumingkir
saking ingkang nama lelangkungan ( gesang prasaja ). Lajeng saking Haji tuwuh semangat
ambelani sarta labuh ing agami.
3. Angger- angger Hukum lan Pernatan- pernatan : maksudipun Syari’at Islam damel angger-angger hukum lan
pranatan punika kangge karaharjaning ummat manungsa ing Donya dumugi ing
Akheratipun. Pramila ing salebetingQuraan ngemot pinten-pinten norma lan
katamtuwan, upami hukum, politik, tatanagari, sosial, ekonomi, perang, dahme,
sesambetan internasional, kabudayan sarta kesenian, agami, sesambetaning
manungsa kaliyan Allah, lan lingkungan sapiturutipun.
4. Janji
sarta ancaman : artosipun supados ngadeg keadilan lan keleresan ingkang
saestu, sanajan wonten Donya saged lolos saking hukuman, nanging wonten
ngarsaning Allah ing dinten Qiyanat tantu nboten saged lolos malih.
AYAT KURSI
Allahu laa ilaaha illaa huwal-hayyul qayyuumu laa
ta’khudzuhuu sinatuw wa laa nauum, lahuu maa fis-samaawaati wa maa fil ardhi
man dzal-ladzii yasyfa’u ‘indahuu illaa bi-idznihii ya’lamu maa baina aidiihim
wamaa khalfahum, walaa yuhiithuuna bisyai-im min ‘ilmihii illaa bimaa syaa-a
wasi’a kursiyyu hus-samaawaati wal-ardha walaa ya-uuduhuu hif zhuhumaa wa huwal
‘aliyyul ‘azhiim.
Allah ora ana Pangeran kang sinembah kajaba mung Panjenengane piyambak kang
Sugeng sarta kang Jumeneng Pribadi,Allah iku ora kataman ngantuk lan ora
kataman sare,Kagungane ALLAH samubarang kang ana ing langit lan samubarang kang
ana ing bumi.Ora ana kang bisa aweh syafa’at ana ing ngarsaning Allah, kajaba
manawa oleh palilahe. Allah iku Ngawuningani samubarang kang ana ing ngarep lan
saburine wong-wong mau, dheweke mau ora ana kang padha bisa nglimputi sathithik
bahe saka ilmuNE ALLAH, kajaba barang kang dadi kaparenging Karsane. Jembare
kursine Allah iku amot langit lan bumi, panjenengane ora rekaos anggone rumeksa
ing sakarone langit lan bumi, lan Panjenengane Allah iku Maha Luhur tur Maha
Agung. (QS. Al Baqarah:255)1.
Wong eling ing ngelmu sarak dalil sinung kamurahaning Pangeran.
2. Wong amrih rahayuning sesaminira, sinung ayating Pangeran.
3. Angrawuhana ngelmu gaib, nanging aja tingal ngelmu sarak, iku paraboting urip kang utama.
4. Aja kurang pamariksanira lan den agung pangapunira.
5. Agawe kabecikan marang sesaminira tumitah, agawea sukaning manahe sesamaning jalma.
Wong eling ing ngelmu sarak dalil sinung kamurahaning Pangeran.
2. Wong amrih rahayuning sesaminira, sinung ayating Pangeran.
3. Angrawuhana ngelmu gaib, nanging aja tingal ngelmu sarak, iku paraboting urip kang utama.
4. Aja kurang pamariksanira lan den agung pangapunira.
5. Agawe kabecikan marang sesaminira tumitah, agawea sukaning manahe sesamaning jalma.
6. Aja duwe rumangsa bener sarta becik, rumangsa ala sarta luput, den
agung, panalangsanira ing Pangeran Kang Maha Mulya, lamun sira ngrasa bener
lawan becik, ginantungan bebenduning Pangeran.
7. Angenakena sarira, angayem-ayema nalarira, aja anggrangsang samubarang kang sinedya, den prayitna barang karya.
8. Elinga marang Kang Murbeng Jagad, aja pegat rina lan wengi.
9. Atapaa geniara, tegese den teguh yen krungu ujar ala.
10. Atapaa banyuara, tegese ngeli, basa ngeli iku nurut saujaring liyan, datan nyulayani.
11. Tapa ngluwat, tegese mendhem atine aja ngatonake kabecikane dhewe.
12. Aprang Sabilillah, tegese prang sabil iku, sajroning jajanira priyangga ana prang Bratayudha, prang ati ala lan ati becik
7. Angenakena sarira, angayem-ayema nalarira, aja anggrangsang samubarang kang sinedya, den prayitna barang karya.
8. Elinga marang Kang Murbeng Jagad, aja pegat rina lan wengi.
9. Atapaa geniara, tegese den teguh yen krungu ujar ala.
10. Atapaa banyuara, tegese ngeli, basa ngeli iku nurut saujaring liyan, datan nyulayani.
11. Tapa ngluwat, tegese mendhem atine aja ngatonake kabecikane dhewe.
12. Aprang Sabilillah, tegese prang sabil iku, sajroning jajanira priyangga ana prang Bratayudha, prang ati ala lan ati becik
sing sapa reka arsa anglakoni
amutiha lawan amawasa
patangpuluh dina wae
lan tangi wektu subuh lan den sabar sukur ing
ati
Isya ALLAH tinekan sak karsaniku,
nyawabi nakrakyatira.
saking sawab ing ilmu pangiket mami,
duk uneng Kalijaga
SERAT SABDO JATI
MarGAne suka basuki
Dimen luWAR kang kinayun
Kalising panggawe SIsip
Ingkang TAberi prihatos
Ingkang TAberi prihatos
Jangan berhenti selalulah berusaha
berbuat kebajikan,
agar mendapat kegembiraan serta keselamatan serta tercapai segala cita-cita,
terhindar dari perbuatan yang bukan-bukan, caranya haruslah gemar prihatin.
agar mendapat kegembiraan serta keselamatan serta tercapai segala cita-cita,
terhindar dari perbuatan yang bukan-bukan, caranya haruslah gemar prihatin.
2. Ulatna kang nganti bisane kepangguh
Galedehan kang sayekti
Talitinen awya kleru
Larasen sajroning ati
Tumanggap dimen tumanggon
Galedehan kang sayekti
Talitinen awya kleru
Larasen sajroning ati
Tumanggap dimen tumanggon
Dalam hidup keprihatinan ini pandanglah
dengan seksama,
intropeksi, telitilah jangan sampai salah, endapkan didalam hati,
agar mudah menanggapi sesuatu.
intropeksi, telitilah jangan sampai salah, endapkan didalam hati,
agar mudah menanggapi sesuatu.
3. Pamanggone aneng pangesthi rahayu
Angayomi ing tyas wening
Eninging ati kang suwung
Nanging sejatining isi
Isine cipta sayektos
Angayomi ing tyas wening
Eninging ati kang suwung
Nanging sejatining isi
Isine cipta sayektos
Dapatnya demikian kalau senantiasa
mendambakan kebaikan,
mengendapkan pikiran, dalam mawas diri sehingga seolah-olah hati ini kosong
namun sebenarnya akan menemukan cipta yang sejati.
mengendapkan pikiran, dalam mawas diri sehingga seolah-olah hati ini kosong
namun sebenarnya akan menemukan cipta yang sejati.
4. Lakonana klawan sabaraning kalbu
Lamun obah niniwasi
Kasusupan setan gundhul
Ambebidung nggawa kendhi
Isine rupiah kethon
Lamun obah niniwasi
Kasusupan setan gundhul
Ambebidung nggawa kendhi
Isine rupiah kethon
Segalanya itu harus dijalankan dengan
penuh kesabaran.
Sebab jika bergeser (dari hidup yang penuh kebajikan)
akan menderita kehancuran. Kemasukan setan gundul,
yang menggoda membawa kendi berisi uang banyak.
Sebab jika bergeser (dari hidup yang penuh kebajikan)
akan menderita kehancuran. Kemasukan setan gundul,
yang menggoda membawa kendi berisi uang banyak.
5. Lamun nganti korup mring panggawe dudu
Dadi panggonaning iblis
Mlebu mring alam pakewuh
Ewuh mring pananing ati
Temah wuru kabesturon
Dadi panggonaning iblis
Mlebu mring alam pakewuh
Ewuh mring pananing ati
Temah wuru kabesturon
Bila terpengaruh akan perbuatan yang
bukan-bukan,
sudah jelas akan menjadi sarang iblis, senantiasa mendapatkan kesulitas-kesulitan, kerepotan-kerepotan, tidak dapat berbuat dengan itikad hati yang baik,
seolah-olah mabuk kepayang.
sudah jelas akan menjadi sarang iblis, senantiasa mendapatkan kesulitas-kesulitan, kerepotan-kerepotan, tidak dapat berbuat dengan itikad hati yang baik,
seolah-olah mabuk kepayang.
Hayuning tyas sipat kuping
Kinepung panggawe rusuh
Lali pasihaning Gusti
Ginuntingan dening Hyang Manon
Bila sudah terlanjur demikian tidak
tertarik terhadap perbuatan
yang menuju kepada kebajikan. Segala yang baik-baik lari dari dirinya,
sebab sudah diliputi perbuatan dan pikiran yang jelek.
Sudah melupakan Tuhannya. Ajaran-Nya sudah musnah berkeping-keping.
yang menuju kepada kebajikan. Segala yang baik-baik lari dari dirinya,
sebab sudah diliputi perbuatan dan pikiran yang jelek.
Sudah melupakan Tuhannya. Ajaran-Nya sudah musnah berkeping-keping.
7. Parandene kabeh kang samya andulu
Ulap kalilipen wedhi
Akeh ingkang padha sujut
Kinira yen Jabaranil
Kautus dening Hyang Manon
Ulap kalilipen wedhi
Akeh ingkang padha sujut
Kinira yen Jabaranil
Kautus dening Hyang Manon
Namun demikian yang melihat, bagaikan
matanya kemasukan pasir,
tidak dapat membedakan yang baik dan yang jahat, sehingga
yang jahat disukai dianggap utusan Tuhan.
tidak dapat membedakan yang baik dan yang jahat, sehingga
yang jahat disukai dianggap utusan Tuhan.
8. Yeng kang uning marang sejatining dawuh
Kewuhan sajroning ati
Yen tiniru ora urus
Uripe kaesi-esi
Yen niruwa dadi asor
Kewuhan sajroning ati
Yen tiniru ora urus
Uripe kaesi-esi
Yen niruwa dadi asor
Namun bagi yang bijaksana, sebenarnya
repot didalam pikiran
melihat contoh-contoh tersebut. Bila diikuti hidupnya akan
tercela akhirnya menjadi sengsara.
melihat contoh-contoh tersebut. Bila diikuti hidupnya akan
tercela akhirnya menjadi sengsara.
9. Nora ngandel marang gaibing Hyang Agung
Anggelar sakalir-kalir
Kalamun temen tinemu
Kabegjane anekani
Kamurahane Hyang Manon
Anggelar sakalir-kalir
Kalamun temen tinemu
Kabegjane anekani
Kamurahane Hyang Manon
Itu artinya tidak percaya kepada Tuhan,
yang menitahkan bumi dan
langit, siapa yang berusaha dengan setekun-tekunnya akan mendapatkan
kebahagiaan. Karena Tuhan itu Maha Pemurah adanya.
langit, siapa yang berusaha dengan setekun-tekunnya akan mendapatkan
kebahagiaan. Karena Tuhan itu Maha Pemurah adanya.
10. Hanuhoni kabeh kang duwe panuwun
Yen temen-temen sayekti
Dewa aparing pitulung
Nora kurang sandhang bukti
Saciptanira kelakon
Yen temen-temen sayekti
Dewa aparing pitulung
Nora kurang sandhang bukti
Saciptanira kelakon
Segala permintaan umatNya akan selalu
diberi, bila dilakukan dengan setulus hati.
Tuhan akan selalu memberi pertolongan, sandang pangan tercukupi
segala cita-cita dan kehendaknya tercapai.
Tuhan akan selalu memberi pertolongan, sandang pangan tercukupi
segala cita-cita dan kehendaknya tercapai.
11. Ki Pujangga nyambi paraweh pitutur
Saka pengunahing Widi
Ambuka warananipun
Aling-aling kang ngalingi
Angilang satemah katon
Sambil memberi petuah Ki
Pujangga juga akan membuka selubungSaka pengunahing Widi
Ambuka warananipun
Aling-aling kang ngalingi
Angilang satemah katon
yang termasuk rahasia Tuhan, sehingga dapat diketahui
12. Para jalma sajroning jaman pakewuh
Sudranira andadi
Rahurune saya ndarung
Keh tyas mirong murang margi
Kasekten wus nora katon
Sudranira andadi
Rahurune saya ndarung
Keh tyas mirong murang margi
Kasekten wus nora katon
Manusia-manusia yang hidup didalam
jaman kerepotan,
cenderung meningkatnya perbuatan-perbuatan tercela,
makin menjadi-jadi, banyak pikiran-pikiran yang tidak berjalan
diatas riil kebenaran, keagungan jiwa sudah tidak tampak.
cenderung meningkatnya perbuatan-perbuatan tercela,
makin menjadi-jadi, banyak pikiran-pikiran yang tidak berjalan
diatas riil kebenaran, keagungan jiwa sudah tidak tampak.
13. Katuwane winawas dahat matrenyuh
Kenyaming sasmita sayekti
Sanityasa tyas malatkunt
Kongas welase kepati
Sulaking jaman prihatos
Kenyaming sasmita sayekti
Sanityasa tyas malatkunt
Kongas welase kepati
Sulaking jaman prihatos
Lama kelamaan makin menimbulkan
perasaan prihatin, merasakan ramalan tersebut,
senantiasa merenung diri melihat jaman penuh keprihatinan tersebut.
senantiasa merenung diri melihat jaman penuh keprihatinan tersebut.
14. Waluyane benjang lamun ana wiku
Memuji ngesthi sawiji
Sabuk tebu lir majenum
Galibedan tudang tuding
Anacahken sakehing wong
Memuji ngesthi sawiji
Sabuk tebu lir majenum
Galibedan tudang tuding
Anacahken sakehing wong
Jaman yang repot itu akan selesai kelak
bila sudah mencapat tahun 1877
(Wiku=7, Memuji=7, Ngesthi=8, Sawiji=1. Itu bertepatan dengan tahun Masehi 1945).
Ada orang yang berikat pinggang tebu perbuatannya seperti orang gila,
hilir mudik menunjuk kian kemari, menghitung banyaknya orang.
(Wiku=7, Memuji=7, Ngesthi=8, Sawiji=1. Itu bertepatan dengan tahun Masehi 1945).
Ada orang yang berikat pinggang tebu perbuatannya seperti orang gila,
hilir mudik menunjuk kian kemari, menghitung banyaknya orang.
15. Iku lagi sirap jaman Kala Bendu
Kala Suba kang gumanti
Wong cilik bisa gumuyu
Nora kurang sandhang bukti
Sedyane kabeh kelakon
Kala Suba kang gumanti
Wong cilik bisa gumuyu
Nora kurang sandhang bukti
Sedyane kabeh kelakon
Disitulah baru selesai Jaman Kala
Bendu. Diganti dengan jaman Kala Suba.
Dimana diramalkan rakyat kecil bersuka ria, tidak kekurangan sandang dan makan
seluruh kehendak dan cita-citanya tercapai.
Dimana diramalkan rakyat kecil bersuka ria, tidak kekurangan sandang dan makan
seluruh kehendak dan cita-citanya tercapai.
16. Pandulune Ki Pujangga durung kemput
Mulur lir benang tinarik
Nanging kaseranging ngumur
Andungkap kasidan jati
Mulih mring jatining enggon
Mulur lir benang tinarik
Nanging kaseranging ngumur
Andungkap kasidan jati
Mulih mring jatining enggon
Sayang sekali "pengelihatan"
Sang Pujangga belum sampai selesai,
bagaikan menarik benang dari ikatannya.
Namun karena umur sudah tua sudah merasa hampir
datang saatnya meninggalkan dunia yang fana ini.
bagaikan menarik benang dari ikatannya.
Namun karena umur sudah tua sudah merasa hampir
datang saatnya meninggalkan dunia yang fana ini.
Tamating pati patitis
Angumpul ing madya ari
Amerengi Sri Budha Pon
Amerengi Sri Budha Pon
Yang terlihat hanya kurang 8 hai lagi,
sudah sampai waktunya,
kembali menghadap Tuhannya. Tepatnya pada hari Rabu Pon.
kembali menghadap Tuhannya. Tepatnya pada hari Rabu Pon.
18. Tanggal kaping lima antarane luhur
Selaning tahun Jimakir
Taluhu marjayeng janggur
Sengara winduning pati
Netepi ngumpul sak enggon
Selaning tahun Jimakir
Taluhu marjayeng janggur
Sengara winduning pati
Netepi ngumpul sak enggon
Tanggal 5 bulan Sela
(Dulkangidah) tahun Jimakir Wuku Tolu,
Windu Sengara (atau tanggal 24 Desember 1873)
kira-kira waktu Lohor, itulah saat yang ditentukan
sang Pujangga kembali menghadap Tuhan.
(Dulkangidah) tahun Jimakir Wuku Tolu,
Windu Sengara (atau tanggal 24 Desember 1873)
kira-kira waktu Lohor, itulah saat yang ditentukan
sang Pujangga kembali menghadap Tuhan.
19. Cinitra ri budha kaping wolulikur
Sawal ing tahun Jimakir
Candraning warsa pinetung
Sembah mekswa pejangga ji
Ki Pujangga pamit layoti
Sawal ing tahun Jimakir
Candraning warsa pinetung
Sembah mekswa pejangga ji
Ki Pujangga pamit layoti
(Sembah=2, Muswa=0, Pujangga=8, Ji=1) bertepatan dengan tahun masehi 1873).
SERAT
KALATIDA
Sinom
Kawuryan wus sunyaturi
Rurah pangrehing
ukara
Karana tanpa palupi
Atilar silastuti
Sujana sarjana kelu
Kalulun kala tida
Tidhem tandhaning dumadi
Ardayengrat dene karoban rubeda
Karana tanpa palupi
Atilar silastuti
Sujana sarjana kelu
Kalulun kala tida
Tidhem tandhaning dumadi
Ardayengrat dene karoban rubeda
Keadaan negara
waktu sekarang, sudah semakin merosot.
Situasi (keadaan tata negara) telah rusah, karena sudah tak ada yang dapat diikuti lagi.
Sudah banyak yang meninggalkan petuah-petuah/aturan-aturan lama.
Orang cerdik cendekiawan terbawa arus Kala Tidha (jaman yang penuh keragu-raguan).
Suasananya mencekam. Karena dunia penuh dengan kerepotan.
Situasi (keadaan tata negara) telah rusah, karena sudah tak ada yang dapat diikuti lagi.
Sudah banyak yang meninggalkan petuah-petuah/aturan-aturan lama.
Orang cerdik cendekiawan terbawa arus Kala Tidha (jaman yang penuh keragu-raguan).
Suasananya mencekam. Karena dunia penuh dengan kerepotan.
2. Ratune ratu utama
Patihe patih linuwih
Pra nayaka tyas raharja
Panekare becik-becik
Paranedene tan dadi
Paliyasing Kala Bendu
Mandar mangkin andadra
Rubeda angrebedi
Beda-beda ardaning wong saknegara
Patihe patih linuwih
Pra nayaka tyas raharja
Panekare becik-becik
Paranedene tan dadi
Paliyasing Kala Bendu
Mandar mangkin andadra
Rubeda angrebedi
Beda-beda ardaning wong saknegara
Sebenarnya rajanya
termasuk raja yang baik,
Patihnya juga cerdik, semua anak buah hatinya baik, pemuka-pemuka masyarakat baik,
namun segalanya itu tidak menciptakan kebaikan.
Oleh karena daya jaman Kala Bendu.
Bahkan kerepotan-kerepotan makin menjadi-jadi.
Lain orang lain pikiran dan maksudnya.
Patihnya juga cerdik, semua anak buah hatinya baik, pemuka-pemuka masyarakat baik,
namun segalanya itu tidak menciptakan kebaikan.
Oleh karena daya jaman Kala Bendu.
Bahkan kerepotan-kerepotan makin menjadi-jadi.
Lain orang lain pikiran dan maksudnya.
3. Katetangi tangisira
Sira sang paramengkawi
Kawileting tyas duhkita
Katamen ing ren wirangi
Dening upaya sandi
Sumaruna angrawung
Mangimur manuhara
Met pamrih melik pakolih
Temah suka ing karsa tanpa wiweka
Sira sang paramengkawi
Kawileting tyas duhkita
Katamen ing ren wirangi
Dening upaya sandi
Sumaruna angrawung
Mangimur manuhara
Met pamrih melik pakolih
Temah suka ing karsa tanpa wiweka
Waktu itulah
perasaan sang Pujangga menangis, penuh kesedihan,
mendapatkan hinaan dan malu, akibat dari perbuatan seseorang.
Tampaknya orang tersebut memberi harapan menghibur
sehingga sang Pujangga karena gembira hatinya dan tidak waspada.
mendapatkan hinaan dan malu, akibat dari perbuatan seseorang.
Tampaknya orang tersebut memberi harapan menghibur
sehingga sang Pujangga karena gembira hatinya dan tidak waspada.
Bebaratun ujar lamis
Pinudya dadya pangarsa
Wekasan malah kawuri
Yan pinikir sayekti
Mundhak apa aneng ngayun
Andhedher kaluputan
Siniraman banyu lali
Lamun tuwuh dadi kekembanging beka
Siniraman banyu lali
Lamun tuwuh dadi kekembanging beka
Persoalannya
hanyalah karena kabar angin yang tiada menentu.
Akan ditempatkan sebagai pemuka tetapi akhirnya sama sekali tidak benar,
bahkan tidak mendapat perhatian sama sekali.
Sebenarnya kalah direnungkan, apa sih gunanya menjadi pemuka/pemimpin ?
Hanya akan membuat kesalahan-kesalahan saja.
Lebih-lebih bila ketambahan lupa diri, hasilnya tidak lain hanyalah kerepotan.
Akan ditempatkan sebagai pemuka tetapi akhirnya sama sekali tidak benar,
bahkan tidak mendapat perhatian sama sekali.
Sebenarnya kalah direnungkan, apa sih gunanya menjadi pemuka/pemimpin ?
Hanya akan membuat kesalahan-kesalahan saja.
Lebih-lebih bila ketambahan lupa diri, hasilnya tidak lain hanyalah kerepotan.
5. Ujaring panitisastra
Awewarah asung peling
Ing jaman keneng musibat
Wong ambeg jatmika kontit
Mengkono yen niteni
Pedah apa amituhu
Pawarta lolawara
Mundhuk angreranta ati
Angurbaya angiket cariteng kuna
Awewarah asung peling
Ing jaman keneng musibat
Wong ambeg jatmika kontit
Mengkono yen niteni
Pedah apa amituhu
Pawarta lolawara
Mundhuk angreranta ati
Angurbaya angiket cariteng kuna
Menurut buku Panitisastra
(ahli sastra), sebenarnya sudah ada peringatan.
Didalam jaman yang penuh kerepotan dan kebatilan ini, orang yang berbudi tidak terpakai.
Demikianlah jika kita meneliti. Apakah gunanya meyakini kabar angin akibatnya hanya akan menyusahkan hati saja. Lebih baik membuat karya-karya kisah jaman dahulu kala.
Didalam jaman yang penuh kerepotan dan kebatilan ini, orang yang berbudi tidak terpakai.
Demikianlah jika kita meneliti. Apakah gunanya meyakini kabar angin akibatnya hanya akan menyusahkan hati saja. Lebih baik membuat karya-karya kisah jaman dahulu kala.
6. Keni kinarta darsana
Panglimbang ala lan becik
Sayekti akeh kewala
Lelakon kang dadi tamsil
Masalahing ngaurip
Wahaninira tinemu
Temahan anarima
Mupus pepesthening takdir
Puluh-Puluh anglakoni kaelokan
Panglimbang ala lan becik
Sayekti akeh kewala
Lelakon kang dadi tamsil
Masalahing ngaurip
Wahaninira tinemu
Temahan anarima
Mupus pepesthening takdir
Puluh-Puluh anglakoni kaelokan
Membuat kisah lama
ini dapat dipakai kaca benggala,
guna membandingkan perbuatan yang salah dan yang betul.
Sebenarnya banyak sekali contoh -contoh dalam kisah-kisah lama,
mengenai kehidupan yang dapat mendinginkan hati, akhirnya "nrima"
dan menyerahkan diri kepada kehendak Tuhan.
Yah segalanya itu karena sedang mengalami kejadian yang aneh-aneh.
guna membandingkan perbuatan yang salah dan yang betul.
Sebenarnya banyak sekali contoh -contoh dalam kisah-kisah lama,
mengenai kehidupan yang dapat mendinginkan hati, akhirnya "nrima"
dan menyerahkan diri kepada kehendak Tuhan.
Yah segalanya itu karena sedang mengalami kejadian yang aneh-aneh.
Ewuh aya ing pambudi
Milu edan nora tahan
Yen tan milu anglakoni
Boya kaduman melik
Kaliren wekasanipun
Ndilalah karsa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lawan waspada
Hidup didalam
jaman edan, memang repot.
Akan mengikuti tidak sampai hati, tetapi kalau tidak mengikuti geraknya jaman
tidak mendapat apapun juga. Akhirnya dapat menderita kelaparan.
Namun sudah menjadi kehendak Tuhan. Bagaimanapun juga walaupun orang yang lupa itu bahagia namun masih lebih bahagia lagi orang yang senantiasa ingat dan waspada.
Akan mengikuti tidak sampai hati, tetapi kalau tidak mengikuti geraknya jaman
tidak mendapat apapun juga. Akhirnya dapat menderita kelaparan.
Namun sudah menjadi kehendak Tuhan. Bagaimanapun juga walaupun orang yang lupa itu bahagia namun masih lebih bahagia lagi orang yang senantiasa ingat dan waspada.
8. Semono iku bebasan
Padu-padune kepengin
Enggih mekoten man Doblang
Bener ingkang angarani
Nanging sajroning batin
Sejatine nyamut-nyamut
Wis tuwa arep apa
Muhung mahas ing asepi
Supayantuk pangaksamaning Hyang Suksma
Padu-padune kepengin
Enggih mekoten man Doblang
Bener ingkang angarani
Nanging sajroning batin
Sejatine nyamut-nyamut
Wis tuwa arep apa
Muhung mahas ing asepi
Supayantuk pangaksamaning Hyang Suksma
Yah segalanya itu
sebenarnya dikarenakan keinginan hati. Betul bukan ?
Memang benar kalau ada yang mengatakan demikian.
Namun sebenarnya didalam hati repot juga. Sekarang sudah tua,
apa pula yang dicari. Lebih baik menyepi diri agar mendapat ampunan dari Tuhan.
Memang benar kalau ada yang mengatakan demikian.
Namun sebenarnya didalam hati repot juga. Sekarang sudah tua,
apa pula yang dicari. Lebih baik menyepi diri agar mendapat ampunan dari Tuhan.
9. Beda lan kang wus santosa
Kinarilah ing Hyang Widhi
Satiba malanganeya
Tan susah ngupaya kasil
Saking mangunah prapti
Pangeran paring pitulung
Marga samaning titah
Rupa sabarang pakolih
Parandene maksih taberi ikhtiyar
Kinarilah ing Hyang Widhi
Satiba malanganeya
Tan susah ngupaya kasil
Saking mangunah prapti
Pangeran paring pitulung
Marga samaning titah
Rupa sabarang pakolih
Parandene maksih taberi ikhtiyar
Lain lagi bagi yang
sudah kuat. Mendapat rakhmat Tuhan.
Bagaimanapun nasibnya selalu baik.
Tidak perlu bersusah payah tiba-tiba mendapat anugerah.
Namun demikian masih juga berikhtiar.
Bagaimanapun nasibnya selalu baik.
Tidak perlu bersusah payah tiba-tiba mendapat anugerah.
Namun demikian masih juga berikhtiar.
10. Sakadare linakonan
Mung tumindak mara ati
Angger tan dadi prakara
Karana riwayat muni
Ikhtiyar iku yekti
Pamilihing reh rahayu
Sinambi budidaya
Kanthi awas lawan eling
Kanti kaesthi antuka parmaning Suksma
Mung tumindak mara ati
Angger tan dadi prakara
Karana riwayat muni
Ikhtiyar iku yekti
Pamilihing reh rahayu
Sinambi budidaya
Kanthi awas lawan eling
Kanti kaesthi antuka parmaning Suksma
Apapun
dilaksanakan. Hanya membuat kesenangan pokoknya tidak menimbulkan persoalan.
Agaknya ini sesuai dengan petuah yang mengatakan bahwa manusia itu wajib ikhtiar,
hanya harus memilih jalan yang baik.
Bersamaan dengan usaha tersebut juga harus awas dan
waspada agar mendapat rakhmat Tuhan.
Agaknya ini sesuai dengan petuah yang mengatakan bahwa manusia itu wajib ikhtiar,
hanya harus memilih jalan yang baik.
Bersamaan dengan usaha tersebut juga harus awas dan
waspada agar mendapat rakhmat Tuhan.
11. Ya Allah ya Rasulullah
Kang sipat murah lan asih
Mugi-mugi aparinga
Pitulung ingkang martani
Ing alam awal akhir
Dumununging gesang ulun
Mangkya sampun awredha
Ing wekasan kadi pundi
Mula mugi wontena pitulung Tuwan
Kang sipat murah lan asih
Mugi-mugi aparinga
Pitulung ingkang martani
Ing alam awal akhir
Dumununging gesang ulun
Mangkya sampun awredha
Ing wekasan kadi pundi
Mula mugi wontena pitulung Tuwan
Ya Allah ya
Rasulullah, yang bersifat murah dan asih,
mudah-mudahan memberi pertolongan kepada hambamu disaat-saat menjelang akhir ini.
Sekarang kami telah tua, akhirnya nanti bagaimana.
Hanya Tuhanlah yang mampu menolong kami.
mudah-mudahan memberi pertolongan kepada hambamu disaat-saat menjelang akhir ini.
Sekarang kami telah tua, akhirnya nanti bagaimana.
Hanya Tuhanlah yang mampu menolong kami.
12. Sageda sabar santosa
Mati sajroning ngaurip
Kalis ing reh aruraha
Murka angkara sumingkir
Tarlen meleng malat sih
Sanityaseng tyas mematuh
Badharing sapudhendha
Antuk mayar sawetawis
BoRONG angGA saWARga meSI marTAya
Mati sajroning ngaurip
Kalis ing reh aruraha
Murka angkara sumingkir
Tarlen meleng malat sih
Sanityaseng tyas mematuh
Badharing sapudhendha
Antuk mayar sawetawis
BoRONG angGA saWARga meSI marTAya
Mudah-mudahan kami
dapat sabar dan sentosa,
seolah-olah dapat mati didalam hidup.
Lepas dari kerepotan serta jauh dari keangakara murkaan.
Biarkanlah kami hanya memohon karunia pada MU agar mendapat ampunan sekedarnya.
Kemudian kami serahkan jiwa dan raga dan kami.
seolah-olah dapat mati didalam hidup.
Lepas dari kerepotan serta jauh dari keangakara murkaan.
Biarkanlah kami hanya memohon karunia pada MU agar mendapat ampunan sekedarnya.
Kemudian kami serahkan jiwa dan raga dan kami.
SABDA
TAMA
Gambuh
Angayomi lukitaning kalbu
Gambir wanakalawan hening ing ati
Kabekta kudu pitutur
Sumingkiring reh tyas mirong
Tumbuhlah suatu keinginan melahirkan
perasaan dengan hati yang hening
disebabkan ingin memberikan petuah-petuah agar dapat menyingkirkan hal-hal yang salah.
disebabkan ingin memberikan petuah-petuah agar dapat menyingkirkan hal-hal yang salah.
2. Den samya amituhu
Ing sajroning Jaman Kala Bendu
Yogya samyanyenyuda hardaning ati
Kang anuntun mring pakewuh
Uwohing panggawe awon
Ing sajroning Jaman Kala Bendu
Yogya samyanyenyuda hardaning ati
Kang anuntun mring pakewuh
Uwohing panggawe awon
Diharap semuanya maklum bahwa dijaman
Kala Bendu
sebaiknya mengurangi nafsu pribadi yang akan membenturkan kepada kerepotan.
Hasilnya hanyalah perbuatan yang buruk.
sebaiknya mengurangi nafsu pribadi yang akan membenturkan kepada kerepotan.
Hasilnya hanyalah perbuatan yang buruk.
3.Ngajapa tyas rahayu
Nyayomana sasameng tumuwuh
Wahanane ngendhakke angkara klindhih
Ngendhangken pakarti dudu
Dinulu luwar tibeng doh
Nyayomana sasameng tumuwuh
Wahanane ngendhakke angkara klindhih
Ngendhangken pakarti dudu
Dinulu luwar tibeng doh
Sebaiknya senantiasa berbuat menuju
kepada hal-hal yang baik.
Dapat memberi perlindungan kepada siapapun juga.
Perbuatan demikian akan melenyapkan angkara murka,
melenyapkan perbuatan yang bukan-bukan dan terbuang jauh.
Dapat memberi perlindungan kepada siapapun juga.
Perbuatan demikian akan melenyapkan angkara murka,
melenyapkan perbuatan yang bukan-bukan dan terbuang jauh.
4. Beda kang ngaji mumpung
Nir waspada rubedane tutut
Kakinthilan manggon anggung atut wuri
Tyas riwut ruwet dahuru
Korup sinerung agoroh
Nir waspada rubedane tutut
Kakinthilan manggon anggung atut wuri
Tyas riwut ruwet dahuru
Korup sinerung agoroh
Hal ini memang lain dengan yang ngaji
pumpung.
Hilang kewaspadaannya dan kerepotanlah yang selalu dijumpai,
selalu mengikuti hidupnya. Hati senantiasa ruwet karena selalu berdusta.
Hilang kewaspadaannya dan kerepotanlah yang selalu dijumpai,
selalu mengikuti hidupnya. Hati senantiasa ruwet karena selalu berdusta.
5. Ilang budayanipun
Tanpa bayu weyane ngalumpuk
Sakciptane wardaya ambebayani
Ubayane nora payu
Kari ketaman pakewoh
Tanpa bayu weyane ngalumpuk
Sakciptane wardaya ambebayani
Ubayane nora payu
Kari ketaman pakewoh
Lenyap kebudayaannya. Tidak memiliki
kekuatan dan ceroboh.
Apa yang dipikir hanyalah hal-hal yang berbahaya.
Sumpah dan janji hanyalah dibibir belaka tidak seorangpun mempercayainya.
Akhirnya hanyalah kerepotan saja.
Apa yang dipikir hanyalah hal-hal yang berbahaya.
Sumpah dan janji hanyalah dibibir belaka tidak seorangpun mempercayainya.
Akhirnya hanyalah kerepotan saja.
Kari ura-ura kang pakantuk
Dandanggula lagu palaran sayekti
Ngleluri para leluhur
Abot ing sih swami karo
Sudah tidak berdaya. Hanya tinggallah
berdendang.
Mendendangkan lagu dandang gula palaran hasil karya nenek moyang dahulu kala,
betapa beratnya hidup ini seperti orang dimadu saja.
Mendendangkan lagu dandang gula palaran hasil karya nenek moyang dahulu kala,
betapa beratnya hidup ini seperti orang dimadu saja.
7. Galak gangsuling tembung
Ki Pujangga panggupitanipun
Rangu-rangu pamanguning reh harjanti
Tinanggap prana tumambuh
Katenta nawung prihatos
Ki Pujangga panggupitanipun
Rangu-rangu pamanguning reh harjanti
Tinanggap prana tumambuh
Katenta nawung prihatos
Ki Pujangga didalam membuat karyanya
mungkin ada kelebihan dan kekurangannya.
Olah karena itu ada perasaan ragu-ragu dan khawatir,
barangkali terdapat kesalahan/kekeliruan tafsir, sebab sedang prihatin.
Olah karena itu ada perasaan ragu-ragu dan khawatir,
barangkali terdapat kesalahan/kekeliruan tafsir, sebab sedang prihatin.
8. Wartine para jamhur
Pamawasing warsita datan wus
Wahanane apan owah angowahi
Yeku sansaya pakewuh
Ewuh aya kang linakon
Pamawasing warsita datan wus
Wahanane apan owah angowahi
Yeku sansaya pakewuh
Ewuh aya kang linakon
Menurut pendapat para ahli, wawasan
mereka keadaan selalu berubah-ubah.
Meningkatkan kerepotan apa pula yang hendak dijalankan.
Meningkatkan kerepotan apa pula yang hendak dijalankan.
9. Sidining Kala Bendu
Saya ndadra hardaning tyas limut
Nora kena sinirep limpating budi
Lamun durung mangsanipun
Malah sumuke angradon
Saya ndadra hardaning tyas limut
Nora kena sinirep limpating budi
Lamun durung mangsanipun
Malah sumuke angradon
Azabnya jaman Kala Bendu, makin menjadi-jadi
nafsu angkara murka.
Tidak mungkin dikalahkan oleh budi yang baik.
Bila belum sampai saatnya akibatnya bahkan makin luar biasa.
Tidak mungkin dikalahkan oleh budi yang baik.
Bila belum sampai saatnya akibatnya bahkan makin luar biasa.
10. Ing antara sapangu
Pangungaking kahanan wus mirud
Morat-marit panguripaning sesami
Sirna katentremanipun
Wong udrasa sak anggon-anggon
Pangungaking kahanan wus mirud
Morat-marit panguripaning sesami
Sirna katentremanipun
Wong udrasa sak anggon-anggon
Sementara itu keadaan sudah semakin
tidak karu-karuwan,
penghidupan semakin morat-marit, tidak ketenteraman lagi, kesedihan disana-sini.
penghidupan semakin morat-marit, tidak ketenteraman lagi, kesedihan disana-sini.
11. Kemang isarat lebur
Bubar tanpa daya kabarubuh
Paribasan tidhem tandhaning dumadi
Begjane ula dahulu
Cangkem silite angaplok
Bubar tanpa daya kabarubuh
Paribasan tidhem tandhaning dumadi
Begjane ula dahulu
Cangkem silite angaplok
Segala dosa dan cara hancur lebur,
seolah-olah hati dikuasai ketakutan.
Yang beruntung adalah ular berkepala dua, sebab kepala serta buntutnya dapat makan.
Yang beruntung adalah ular berkepala dua, sebab kepala serta buntutnya dapat makan.
12. Ndhungkari gunung-gunung
Kang geneng-geneng padha jinugrug
Parandene tan ana kang nanggulangi
Wedi kalamun sinembur
Upase lir wedang umob
Kang geneng-geneng padha jinugrug
Parandene tan ana kang nanggulangi
Wedi kalamun sinembur
Upase lir wedang umob
Gunung-gunung digempur, yang
besar-besar dihancurkan
meskipun demikian tidak ada yang berani melawan.
Sebab mereka takut kalau disembur (disemprot ular) berbisa.
Bisa racun ular itu bagaikan air panas.
meskipun demikian tidak ada yang berani melawan.
Sebab mereka takut kalau disembur (disemprot ular) berbisa.
Bisa racun ular itu bagaikan air panas.
13. Kalonganing kaluwung
Prabanira kuning abang biru
Sumurupa iku mung soroting warih
Wewarahe para Rasul
Dudu jatining Hyang Manon
Prabanira kuning abang biru
Sumurupa iku mung soroting warih
Wewarahe para Rasul
Dudu jatining Hyang Manon
Tetapi harap diketahui bahwa lengkungan
pelangi yang
berwarna kuning merah dan biru sebenarnya hanyalah cahaya pantulan air.
Menurut ajaran Nabi itu bukanlah Tuhan yang sebenarnya.
berwarna kuning merah dan biru sebenarnya hanyalah cahaya pantulan air.
Menurut ajaran Nabi itu bukanlah Tuhan yang sebenarnya.
14. Supaya pada emut
Amawasa benjang jroning tahun
Windu kuning kono ana wewe putih
Gegamane tebu wulung
Arsa angrebaseng wedhon
Amawasa benjang jroning tahun
Windu kuning kono ana wewe putih
Gegamane tebu wulung
Arsa angrebaseng wedhon
Agar diingat-ingat. Kelak bila sudah
menginjak tahun windu kuning (Kencana) akan ada wewe putih (setan putih), yang
bersenjatakan tebu hitam akan menghancurkan wedhon (pocongan setan).
(Sebuah ramalan yang perlu dipecahkan).
(Sebuah ramalan yang perlu dipecahkan).
15. Rasa wes karasuk
Kesuk lawan kala mangsanipun
Kawises kawasanira Hyang Widhi
Cahyaning wahyu tumelung
Tulus tan kena tinegor
Kesuk lawan kala mangsanipun
Kawises kawasanira Hyang Widhi
Cahyaning wahyu tumelung
Tulus tan kena tinegor
Agaknya sudah sampai waktunya, karena
kekuasaan Tuhan telah datang jaman kebaikan, tidak mungkin dihindari lagi.
16, Karkating tyas katuju
Jibar-jibur adus banyu wayu
Yuwanane turun-temurun tan enting
Liyan praja samyu sayuk
Keringan saenggon-enggon
Jibar-jibur adus banyu wayu
Yuwanane turun-temurun tan enting
Liyan praja samyu sayuk
Keringan saenggon-enggon
Kehendak hati pada waktu tersebut hanya
didasarkan kepada ketentraman sampai ke anak cucu. Negara-negara lain rukun
sentosa dan dihormati dimanapun.
17. Tatune kabeh tuntun
Lelarane waluya sadarum
Tyas prihatin ginantun suka mrepeki
Wong ngantuk anemu kethuk
Isine dinar sabokor
Segala luka-luka
(penderitaan) sudah hilang.Lelarane waluya sadarum
Tyas prihatin ginantun suka mrepeki
Wong ngantuk anemu kethuk
Isine dinar sabokor
Perasaan prihatin berobah menjadi gembira ria.
Orang yang sedang mengantuk menemukan kethuk (gong kecil)
yang berisi emas kencana sebesar bokor.
18. Amung padha tinumpuk
Nora ana rusuh colong jupuk
Raja kaya cinancangan angeng nyawi
Tan ana nganggo tinunggu
Parandene tan cinolong
Nora ana rusuh colong jupuk
Raja kaya cinancangan angeng nyawi
Tan ana nganggo tinunggu
Parandene tan cinolong
Semua itu hanya ditumpuk saja, tidak
ada yang berbuat curang maupun yang mengambil. Hewan piraan diikat diluar tanpa
ditunggu namun tidak ada yang dicuri.
19. Diraning durta katut
Anglakoni ing panggawe runtut
Tyase katrem kayoman hayuning budi
Budyarja marjayeng limut
Amawas pangesthi awon
Anglakoni ing panggawe runtut
Tyase katrem kayoman hayuning budi
Budyarja marjayeng limut
Amawas pangesthi awon
Yang tadinya berbuat angkara sekarang
ikut pula berbuat yang baik-baik. Perasaannya terbawa oleh kebaikan budi. Yang
baik dapat menghancurkan yang jelek.
20. Ninggal pakarti dudu
Pradapaning parentah ginugu
Mring pakaryan saregep tetep nastiti
Ngisor dhuwur tyase jumbuh
Tan ana wahon winahon
Pradapaning parentah ginugu
Mring pakaryan saregep tetep nastiti
Ngisor dhuwur tyase jumbuh
Tan ana wahon winahon
Banyak yang meninggalkan perbuatan-perbuatan
yang kurang baik. Mengikuti peraturan-peraturan pemerintah. Semuanya rajin
mengerjakan tugasnya masing-masing. Yang dibawah maupun yang diatas hatinya
sama saja. Tidak ada yang saling mencela.
21.Ngratani sapraja agung
Keh sarjana sujana ing kewuh
Nora kewran mring caraka agal alit
Pulih duk jaman runuhun
Tyase teteg teguh tanggon
Keh sarjana sujana ing kewuh
Nora kewran mring caraka agal alit
Pulih duk jaman runuhun
Tyase teteg teguh tanggon
Keadaan seperti itu terjadi diseluruh
negeri. Banyak sekali orang-orang ahli dalam bidang surat menyurat. Kembali
seperti dijaman dahulu kala. Semuanya berhati baja.
SERAT
JOKO LODANG
Gambuh
Praptaning ngethengkrang sru muwus
Eling-eling pasthi karsaning Hyang Widhi
Gunung mendhak jurang mbrenjul
Ingusir praja prang kasor
Joko Lodang datang berayun-ayun
diantara dahan-dahan pohon
kemudian duduk tanpa kesopanan dan berkata dengan keras.
Ingat-ingatlah sudah menjadi kehendak Tuhan
bahwa gunung-gunung yang tinggi itu akan merendah
sedangkan jurang yang curam akan tampil kepermukaan
(akan terjadi wolak waliking jaman), karena kalah perang maka akan diusir dari negerinya.
kemudian duduk tanpa kesopanan dan berkata dengan keras.
Ingat-ingatlah sudah menjadi kehendak Tuhan
bahwa gunung-gunung yang tinggi itu akan merendah
sedangkan jurang yang curam akan tampil kepermukaan
(akan terjadi wolak waliking jaman), karena kalah perang maka akan diusir dari negerinya.
2.Nanging awya kliru
Sumurupa kanda kang tinamtu
Nadyan mendak mendaking gunung wis pasti
Maksih katon tabetipun
Beda lawan jurang gesong
Sumurupa kanda kang tinamtu
Nadyan mendak mendaking gunung wis pasti
Maksih katon tabetipun
Beda lawan jurang gesong
Namun jangan salah terima menguraikan
kata-kata ini.
Sebab bagaimanapun juga meskipun merendah kalau gunung
akan tetap masih terlihat bekasnya.
Lain sekali dengan jurang yang curam.
Sebab bagaimanapun juga meskipun merendah kalau gunung
akan tetap masih terlihat bekasnya.
Lain sekali dengan jurang yang curam.
3. Nadyan bisa mbarenjul
Tanpa tawing enggal jugrugipun
Kalakone karsaning Hyang wus pinasti
Yen ngidak sangkalanipun
Sirna tata estining wong
Tanpa tawing enggal jugrugipun
Kalakone karsaning Hyang wus pinasti
Yen ngidak sangkalanipun
Sirna tata estining wong
Jurang yang curam itu meskipun dapat
melembung,
namun kalau tidak ada tanggulnya sangat rawan dan mudah longsor.
(Ket. Karena ini hasil sastra maka tentu saja multi dimensi.
Yang dimaksud dengan jurang dan gunung bukanlah pisik
tetapi hanyalah sebagai yang dilambangkan).
Semuanya yang dituturkan diatas sudah menjadi kehendak Tuhan
akan terjadi pada tahun Jawa 1850.
(Sirna=0, Tata=5, Esthi=8 dan Wong=1).
Tahun Masehi kurang lebih 1919-1920.
namun kalau tidak ada tanggulnya sangat rawan dan mudah longsor.
(Ket. Karena ini hasil sastra maka tentu saja multi dimensi.
Yang dimaksud dengan jurang dan gunung bukanlah pisik
tetapi hanyalah sebagai yang dilambangkan).
Semuanya yang dituturkan diatas sudah menjadi kehendak Tuhan
akan terjadi pada tahun Jawa 1850.
(Sirna=0, Tata=5, Esthi=8 dan Wong=1).
Tahun Masehi kurang lebih 1919-1920.
Sinom
1. Sasedyane tanpa dadya
Sacipta-cipta tan polih
Kang reraton-raton rantas
Mrih luhur asor pinanggih
Bebendu gung nekani
Kongas ing kanistanipun
Wong agung nis gungira
Sudireng wirang jrih lalis
Ingkang cilik tan tolih ring cilikira
Waktu itu seluruh
kehendaki tidak ada yang terwujud,Sacipta-cipta tan polih
Kang reraton-raton rantas
Mrih luhur asor pinanggih
Bebendu gung nekani
Kongas ing kanistanipun
Wong agung nis gungira
Sudireng wirang jrih lalis
Ingkang cilik tan tolih ring cilikira
apa yang dicita-citakan buyar, apa yang dirancang berantakan,
segalanya salah perhitungan, ingin menang malah kalah,
karena datangnya hukuman (kutukan) yang berat dari Tuhan.
Yang tampak hanyalah perbuatan-perbuatan tercela.
Orang besar kehilangan kebesarannya,
lebih baik tercemar nama daripada mati,
sedangkan yang kecil tidak mau mengerti akan keadaannya.
sedangkan yang kecil tidak mau mengerti akan keadaannya.
2. Wong alim-alim pulasan
Njaba putih njero kuning
Ngulama mangsah maksiat
Madat madon minum main
Kaji-kaji ambataning
Dulban kethu putih mamprung
Wadon nir wadorina
Prabaweng salaka rukmi
Kabeh-kabeh mung marono tingalira
Njaba putih njero kuning
Ngulama mangsah maksiat
Madat madon minum main
Kaji-kaji ambataning
Dulban kethu putih mamprung
Wadon nir wadorina
Prabaweng salaka rukmi
Kabeh-kabeh mung marono tingalira
Banyak orang yang tampaknya alim,
tetapi hanyalah semu belaka.
Diluar tampak baik tetapi didalamnya tidak.
Banyak ulama berbuat maksiat.
Mengerjakan madat, madon minum dan berjudi.
Para haji melemparkan ikat kepala hajinya.
Orang wanita kehilangan kewanitaannya karena terkena pengaruh harta benda.
Semua saja waktu itu hanya harta bendalah yang menjadi tujuan.
Diluar tampak baik tetapi didalamnya tidak.
Banyak ulama berbuat maksiat.
Mengerjakan madat, madon minum dan berjudi.
Para haji melemparkan ikat kepala hajinya.
Orang wanita kehilangan kewanitaannya karena terkena pengaruh harta benda.
Semua saja waktu itu hanya harta bendalah yang menjadi tujuan.
3. Para sudagar ingargya
Jroning jaman keneng sarik
Marmane saisiningrat
Sangsarane saya mencit
Nir sad estining urip
Iku ta sengkalanipun
Pantoging nandang sudra
Yen wus tobat tanpa mosik
Sru nalangsa narima ngandel ing suksma
Jroning jaman keneng sarik
Marmane saisiningrat
Sangsarane saya mencit
Nir sad estining urip
Iku ta sengkalanipun
Pantoging nandang sudra
Yen wus tobat tanpa mosik
Sru nalangsa narima ngandel ing suksma
Hanya harta bendalah yang dihormati
pada jaman tersebut.
Oleh karena itu seluruh isi dunia penderitaan kesengsaraannya makin menjadi-jadi.
Tahun Jawa menunjuk tahun 1860 (Nir=0, Sad=6, Esthining=8, Urip=1).
Tahun Masehi kurang lebih tahun 1930.
Penghabisan penderitaan bila semua sudah mulai bertobat dan menyerahkan diri
kepada kekuasaan Tuhan seru sekalian alam.
Oleh karena itu seluruh isi dunia penderitaan kesengsaraannya makin menjadi-jadi.
Tahun Jawa menunjuk tahun 1860 (Nir=0, Sad=6, Esthining=8, Urip=1).
Tahun Masehi kurang lebih tahun 1930.
Penghabisan penderitaan bila semua sudah mulai bertobat dan menyerahkan diri
kepada kekuasaan Tuhan seru sekalian alam.
Megatruh
1. Mbok Parawan sangga wang duhkiteng kalbu
Jaka Lodang nabda malih
Nanging ana marmanipun
Ing waca kang wus pinesthi
Estinen murih kelakon
Jaka Lodang nabda malih
Nanging ana marmanipun
Ing waca kang wus pinesthi
Estinen murih kelakon
Mendengar segalanya itu Mbok Perawan
merasa sedih.
Kemudian Joko Lodang berkata lagi :
"Tetapi ketahuilah bahwa ada hukum sebab musabab,
didalam ramalan yang sudah ditentukan haruslah diusahakan supaya
segera dan dapat terjadi ".
Kemudian Joko Lodang berkata lagi :
"Tetapi ketahuilah bahwa ada hukum sebab musabab,
didalam ramalan yang sudah ditentukan haruslah diusahakan supaya
segera dan dapat terjadi ".
2. Sangkalane maksih nunggal jamanipun
Neng sajroning madya akir
Wiku Sapta ngesthi Ratu
Adil parimarmeng dasih
Ing kono kersaning Manon
Neng sajroning madya akir
Wiku Sapta ngesthi Ratu
Adil parimarmeng dasih
Ing kono kersaning Manon
Jamannya masih sama pada akhir
pertengahan jaman.
Tahun Jawa 1877 (Wiku=7, Sapta=7, Ngesthi=8, Ratu=1).
Bertepatan dengan tahun Masehi 1945.
Akan ada keadilan antara sesama manusia. Itu sudah menjadi kehendak Tuhan.
Tahun Jawa 1877 (Wiku=7, Sapta=7, Ngesthi=8, Ratu=1).
Bertepatan dengan tahun Masehi 1945.
Akan ada keadilan antara sesama manusia. Itu sudah menjadi kehendak Tuhan.
3. Tinemune wong ngantuk anemu kethuk
Malenuk samargi-margi
Marmane bungah kang nemu
Marga jroning kethuk isi
Kencana sesotya abyor
Malenuk samargi-margi
Marmane bungah kang nemu
Marga jroning kethuk isi
Kencana sesotya abyor
Diwaktu itulah seolah-olah orang yang
mengantuk mendapat kethuk (gong kecil)
yang berada banyak dijalan.
Yang mendapat gembira hatinya sebab didalam benda tersebut
isinya tidak lain emas dan kencana.
yang berada banyak dijalan.
Yang mendapat gembira hatinya sebab didalam benda tersebut
isinya tidak lain emas dan kencana.
R U
W A T A N
Adalah Tradisi ritual Jawa sebagai
sarana pembebasan dan penyucian, atas dosa/kesalahannya yang
diperkirakan bisa berdampak kesialan didalam hidupnya.
Kebudayaan
Jawa sebagai subkultur Kebudayaan Nasional Indonesia, telah mengakar
bertahun-tahun menjadi pandangan hidup dan sikap hidup umumnya orang Jawa.
Sikap hidup masyarakat Jawa memiliki identitas dan karakter yang menonjol yang
dilandasi direferensi nasehat-nasehat nenek moyang
sampai turun temurun, hormat kepada sesama serta berbagai perlambang dalam
ungkapan Jawa, menjadi isian jiwa seni dan budaya Jawa.
Dalam ungkapan " Crah Agawe Bubrah - Rukun Agawe Santosa "
menghendaki keserasian dan keselarasan dengan pola pikir hidup saling
menghormati. Perlambang dan ungkapan-ungkapan halus yang mengandung pendidikan
moral, banyak kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari, misalnya :
§
Ojo
Dumeh
: Merasa dirinya lebih
§
Mulat
sarira, Hangrasa wani
: Mawas diri, instropeksi diri
§
Mikul
Duwur, Mendem Jero : Menghargai dan menghormati serta menyimpan -
rahasia orang lain.
§
Jer Basuki
Mawa Beya : Kesuksesan
perlu atau butuh pengorbanan
§
Ajining
diri saka obahing lati : Harga
diri tergantung ucapannya
Prinsip pengendalian diri dengan " Mulat Sarira " suatu sikap
bijaksana untuk selalu berusaha tidak menyakiti perasaan orang lain, serta
" Aja Dumeh " adalah peringatan kepada kita bahwa jangan takabur dan
jangan sombong, tidak mementingkan diri sendiri dan lain sebagainya yang masih
mempunyai arti sangat luas.
Kepercayaan terhadap keberadaan roh nenek moyang, menyatu dengan
kepercayaan terhadap kekuatan alam yang mempunyai pengaruh terhadap kehidupan
manusia, menjadi ciri utama dan bahkan memberi warna khususu dalam kehidupan religiusitas
serta adat istiadat masyarakat Jawa, yaiku : Sinkretisme, Tantularisme dan
Kejawen yang bersifat Toleran, Akomodatif serta Optimistik.
Berbagai ungkapan dan ungkapan Jawa, merupakan cara penyampaian terselubung
yang bisa bermakna " Piwulang " atau pendidikan moral, karena adanya
pertalian budi pekerti dengan kehidupan spiritual, menjadi petunjuk jalan dan
arah terhadap kehidupan sejati.
Terkemas hampir sempurna dalam seni budaya gamelan dan gending-gending
serta kesenian wayang kulit purwa yang perkembanganya mempunyai warna yang
unik, yaitu dari akar yang kuat, berpegang pada kepercayaan terhadap roh nenek
moyang, kemudian bertambah maju setelah mengenal segala bentuk kesenian dari
India dan menjadi sempurna begitu masuk agama Islam di Pulau Jawa.
Paham mistik Jawa yang berpokok " Manunggaling Kawula Gusti " (
persatuan manusia dengan Tuhan ) dan " Sangkan Paraning Dumadi " (
asal dan tujuan ciptaan ) bersumber pada pengalaman religius, berawal dari
sana manusia itu rindu untuk bersatu dengan yang Illahi, ingin menelusuri
arus kehidupan sampai ke sumber muaranya. Perumusan pengalaman religius
Jawa dalam sejarahnya tidak lepas dari pengaruh-pengaruh agama besar seperti
Hindu, Budha dan Islam beserta dengan mistiknya yang khas, seperti terlihat dalam
kitab-kitab Tutur, Kidung dan Suluk.
Wayang sebagai pertunjukan, merupakan ungkapan-ungkapan dan pengalaman
religius yang merangkum bermacam-macam unsur lambang, bahasa gerak,suara, warna
dan rupa. Dalam wayang terekam ungkapan pengalaman religius yang " kuno
" seperti tampak bahwa pada tahap perkembangannya dewasa ini, masih
berperan pula mitos dan ritus, misalkan pada lakon Ruwat atau Murwa Kala.
Secara tradisional, wayang merupakan intisari kebudayaan masyarakat Jawa
yang diwarisi secara turun temurun, tidak hanya sekedar tontonan dan tuntunan
bagaimana manusia harus bertingkah laku dalam kehidupannya, namun juga
merupakan tatanan yang harus dititeni kanti titis. ( merupakan hukum alam yang
maha teratur yang harus diketahui dan disikapi secara bijaksana ) untuk menuju
kasunyatan serta mencapai kehidupan sejati. Bagi manusia jawa ( manusia yang
mengerti sejati ) wayang merupakan pedoman hidup, bagaimana mereka bertingkah
laku dengan sesama dan bagaimana menyadari hakekatnya sebagai manusia serta bagaimana
dapat berhubungan dengan sang penciptanya.
Tradisi
"upacara /ritual ruwatan" hingga kini masih
dipergunakan orang jawa, sebagai sarana pembebasan dan penyucian manusia atas
dosanya/kesalahannya yang berdampak kesialan didalam hidupnya. Dalam cerita
"wayang" dengan lakon Murwakala
pada tradisi ruwatan di jawa ( jawa tengah) awalnya diperkirakan berkembang
didalam cerita jawa kuno, yang isi pokoknya memuat masalah
pensucian, yaitu pembebasan
dewa yang telah ternoda, agar menjadi suci kembali, atau meruwat
berarti: mengatasi atau menghindari sesuatu kesusahan bathin
dengan cara mengadakan pertunjukan/ritual dengan media wayang kulit yang
mengambil tema/cerita Murwakala.
Dalam tradisi jawa orang yang keberadaannya dianggap mengalami nandang
sukerto/berada dalam dosa, maka untuk mensucikan kembali, perlu
mengadakan ritual tersebut. Menurut ceriteranya, orang yang manandang
sukerto ini, diyakini akan menjadi mangsanya Batara
Kala. Tokoh ini adalah anak Batara Guru (dalam cerita
wayang) yang lahir karena nafsu yang tidak bisa dikendalikannya atas diri DewiUma,
yang kemudian sepermanya jatuh ketengah laut, akhirnya menjelma menjadi
raksasa, yang dalam tradisi pewayangan disebut "Kama salah kendang
gumulung ". Ketika raksasa ini menghadap ayahnya (Batara guru)
untuk meminta makan, oleh Batara guru diberitahukan agar memakan manusia yang
berdosa atau sukerta. Atas dasar inilah yang kemudian dicarikan solosi, agar
tak termakan Sang Batara Kala ini diperlukan ritual ruwatan. Kata
Murwakala/purwakala berasal dari kata purwa (asalmuasal manusia) ,dan pada
lakon ini, yang menjadi titik pandangnya adalah kesadaran : atas ketidak
sempurnanya diri manusia, yang selalu terlibat dalam kesalahan serta bisa
berdampak timbulnya bencana (salah kedaden).
Untuk pagelaran wayang kulit dengan lakon Murwakala
biasanya diperlukan perlengkapan sebagai berikut :
1.
Alat musik
jawa ( Gamelan )
2.
Wayang
kulit satu kotak ( komplit )
3.
Kelir atau
layar kain
4.
Blencong
atau lampu dari minyak
Selain peralatan tersebut diatas masih diperlukan sesajian yang berupa:
1.
Tuwuhan, yang terdiri dari pisang raja setudun, yang sudah matang
dan baik, yang ditebang dengan batangnya disertai cengkir gading (kelapa muda),
pohon tebu dengan daunnya, daun beringin, daun elo, daun dadap serep, daun
apa-apa, daun alang-alang, daun meja, daun kara, dan daun kluwih yang semuanya
itu diikat berdiri pada tiang pintu depan sekaligus juga berfungsi sebagai
hiasan/pajangan dan permohonan. Dua kembang mayang yang telah dihias diletakkan
dibelakang kelir (layar) kanan kiri, bunga setaman dalam bokor di tempat di
muka dalang, yang akan digunakan untuk memandikan Batara Kala, orang yang
diruwat dan lain-lainya.
2.
Api (batu arang) di dalam anglo, kipas
beserta kemenyan (ratus wangi) yang akan dipergunakan Kyai Dalang
selama pertunjukan.
3.
Kain mori putih kurang lebih
panjangnya 3 meter, direntangkan dibawah debog (batang pisang) panggungan dari
muka layar (kelir) sampai di belakang layar dan ditaburi bunga mawar dimuka
kelir sebagai alas duduk Ki Dalang, sedangkan di belakang layar sebagai tempat
duduk orang yang diruwat dengan memakai selimut kain mori putih.
4.
Gawangan kelir bagian atas
(kayu bambu yang merentang diatas layar) dihias dengan kain batik yang baru 5
(lima) buah, diantaranya kain sindur, kain bango tulak dan dilengkapi dengan
padi segedeng (4 ikat pada sebelah menyebelah).
5.
Bermacam-macam nasi antara
lain :
a.
Nasi golong
dengan perlengkapannya, goreng-gorengan, pindang kluwih, pecel ayam, sayur
menir, dan sebagainya.
b.
Nasi wuduk
dilengkapi dengan; ikan lembaran, lalaban, mentimun, cabe besar merah dan hijau
brambang, kedele hitam.
c.
Nasi kuning
dengan perlengkapan; telur ayam yang didadar tiga biji. Srundeng asmaradana.
6.
Bermacam-macam jenang (bubur) yaitu: jenang merah, putih, jenang kaleh, jenang baro-baro (aneka bubur).
6. diberi uang, gula jawa, kelapa, makanan kecil
berupa blingo yang diberi warna merah, kemenyan bunga, air yang ditempatkan
pada cupu, jarum dan benang hitam-putih, kaca kecil, kendi yang berisi air,
empluk (periuk yang berisi kacang hijau, kedele, kluwak, kemiri, ikan asin,
telur ayam dan uang satu sen).
7.
Benang lawe, minyak kelapa yang dipergunakan untuk lampu blencong, sebab
walaupun siang tetap memakai lampu blencong.
8.
Jajan pasar (buah-buahan yang bermacam-macam) seperti : pisang raja,
jambu, salak, sirih yang Yang berupa hewan seperti burung dara
satu pasang ayam jawa sepasang, bebek sepasang.
9.
Yang berupa
sajen antara lain : rujak ditempatkan pada bumbung, rujak edan
(rujak dari pisang klutuk ang dicampur dengan air tanpa garam), bambu gading
linma ros. Kesemuanya itu diletakan ditampah yang berisi nasi tumpeng, dengan
lauk pauknya seperti kuluban panggang telur ayam yang direbus, sambel gepeng,
ikan sungai/laut dimasak anpa garam dan ditempatkan di belakang layar tepat
pada muka Kyai Dalang.
10.
Sajen buangan yang ditunjukkan kepada dhayang yang berupa takir besar
atau kroso yang berisi nasi tumpeng kecil dengan lauk-pauk, jajan pasar (berupa
buah-buahan mentah serta uang satu sen. ). Sajen itu dibuang di tempat angker
disertai doa (puji/mantra) mohon keselematan.
11.
Sumur atau sendang diambil airnya dan dimasuki kelapa. Kamar
mandi yang untuk mandi orang yang diruwat dimasuki kelapa utuh.
Selesai upacara ngruwat, bambu gading yang berjumlah lima ros
ditanam pada kempat ujung rumah disertai empluk (tempayan kecil) yang berisi
kacang hijau , kedelai hitam, ikan asin, kluwak, kemiri, telur ayam dan uang
dengan diiringi doa mohon keselamatan dan kesejahteraan serta agar tercapai apa
yang dicita citakan.
Yang perlu atau harus di Ruwat
Menurut kepustakaan " Pakem Ruwatan Murwa Kala "
Javanologi gabungan dari beberapa sumber, antara lain dari Serat Centhini ( Sri
Paku Buwana V ), bahwa orang yang harus diruwat disebut anak atau orang "
Sukerta " ada 60 macam penyebab malapetaka, yaitu sebagai berikut :
1. Ontang-Anting,
yaitu anak tunggal laki-laki atau perempuan.
2. Uger-Uger Lawang, yaitu dua orang anak yang
kedua-duanya laki-laki dengan catatan tidak anak yang meninggal
3. Sendhang Kapit Pancuran, yaitu 3 orang anak, yang
sulung dan yang bungsu laki-laki sedang anak yang ke 2 perempuan
4. Pancuran Kapit Sendhang, yaitu 3 orang anak, yang
sulung dan yang bungsu perempuan sedang anak yang ke 2 laki-laki
5. Anak Bungkus, yaitu anak yang ketika
lahirnya masih terbungkus oleh selaput pembungkus bayi ( placenta )
6. Anak Kembar, yaitu dua orang kembar
putra atau kembar putri atau kembar "dampit" yaitu seorang laki-laki
dan seorang perempuan ( yang lahir pada saat bersamaan )
7. Kembang Sepasang, yaitu sepasang bunga
yaitu dua orang anak yang kedua-duanya perempuan
8. Kendhana-Kendhini, yaitu dua orang anak
sekandung terdiri dari seorang laki-laki dan seorang perempuan
9. Saramba, yaitu 4 orang anak yang
semuanya laki-laki
10. Srimpi, yaitu 4 orang anak yang semuanya perempuan
11. Mancalaputra
atau Pandawa, yaitu 5 orang anakyang semuanya laki-laki
12. Mancalaputri, yaitu 5 orang anak yang semuanya
perempuan
13. Pipilan, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4 orang
anak perempuan dan 1 orang anak laki-laki
14. Padangan, yaitu 5 orang anak yang terdiri dari 4
orang laki-laki dan 1 orang anak perempuan
9
15. Julung Pujud, yaitu anak yang lahir saat matahari
terbenam
16. Julung Wangi, yaitu anak yang lahir bersamaan dengan
terbitnya matahari
17. Julung Sungsang, yaitu anak yang lahir tepat jam 12
siang
18. Tiba
Ungker, yaitu anak yang lahir, kemudian meninggal
19. Jempina,
yaitu anak yang baru berumur 7 bulan dalam kandungan sudah lahir
20. Tiba
Sampir, yaitu anak yang lahir berkalung usus
21. Margana,
yaitu anak yang lahir dalam perjalanan
22. Wahana, yaitu anak yang lahir dihalaman atau
pekarangan rumah
23. Siwah atau Salewah, yaitu anak yang dilahirkan dengan
memiliki kulit dua macem warna, misalnya hitam dan putih
24. Bule, yaitu anak yang
dilahirkan berkulit dan berambut putih " bule "
25. Kresna, yaitu anak yang dilahirkan memiliki kulit
hitam
26. Walika, yaitu anak yang dilahirkan berwujud bajang
atau kerdil
27. Wungkuk, yaitu anak yang dilahirkan dengan punggung
bengkok
28. Dengkak, yaitu anak
yang dilahirkan dengan punggung menonjol, seperti punggung onta
29. Wujil, yaitu anak yang lahir dengan badan cebol atau
pendek
30. Lawang
Menga, yaitu anak yang dilahirkan bersamaan keluarnya " Candikala
" yaitu ketika warna langit merah kekuning-kuningan
31. Made, yaitu anak yang lahir tanpa alas ( tikar )
32. Orang
yang ketika menanak nasi, merobohkan " Dandhang " (
tempat menanak nasi )
33. Memecahkan
" Pipisan " dan mematahkan " Gandik " ( alat
landasan dan batu penggiling untuk menghaluskan ramu-ramuan obat tradisional).
34. Orang
yang bertempat tinggal di dalam rumah yang tak ada " tutup keyongnya
"
35. Orang
tidur di atas kasur tanpa sprei ( penutup kasur ).
36. Orang
yang membuat pepajangan atau dekorasi tanpa samir atau daun pisang.
37. Orang
yang memiliki lumbung atau gudang tempat penyimpanan padi dan kopra tanpa
diberi alas dan atap.
38. Orang
yang menempatkan barang di suatu tempat ( dandhang - misalnya ) tanpa ada
tutupnya.
39. Orang
yang membuat kutu masih hidup.
40. Orang
yang berdiri ditengah-tengah pintu.
41. Orang
yang duduk didepan ( ambang ) pintu.
42. Orang
yang selalu bertopang dagu.
43. Orang
yang gemar membakar kulit bawang.
44. Orang
yang mengadu suatu wadah atau tempat ( misalnya dandhang diadu dengan
dandhang )
45. Orang
yang senang membakar rambut.
46. Orang
yang senang membakar tikar dengan bambu ( galar ).
47. Orang
yang senang membakar kayu pohon " kelor ".
48. Orang
yang senang membakar tulang.
49. Orang
yang senang menyapu sampah tanpa dibuang atau dibakar sekaligus.
50. Orang
yang suka membuang garam.
51. Orang
yang senang membuang sampah lewat jendela.
52. Orang
yang senang membuang sampah atau kotoran dibawah ( dikolong ) tempat
tidur.
53. Orang
yang tidur pada waktu matahari terbit.
54. Orang
yang tidur pada waktu matahari terbenam ( wayah surup ).
55. Orang
yang memanjat pohon disiang hari bolong atau jam 12 siang ( wayah
bedhug )
56. Orang
yang tidur diwaktu siang hari bolong jam 12 siang.
57. Orang
yang menanak nasi, kemudian ditinggal pergi ketetangga
58. Orang
yang suka mengaku hak orang lain.
59. Orang
yang suka meninggalkan beras di dalam " lesung " (
tempat penumbuk nasi )
60. Orang
yang lengah, sehingga merobohkan jemuran " wijen " (
biji-bijian )
Demikainlah 60 jenis " Sukerta " yaitu jenis-jenis manusia yang
telah dijanjikan oleh Sang Hyang Betara Guru kepada Batara Kala untuk menjadi
santapan atau makananya, bahkan menurut Pustaka Raja Purwa ( jilid I halaman
194 ) karya pujangga R.Ng Ranggawarsito disebutkan ada 136 macam Sukerta.
Menurut mereka yang percaya, orang-orang yang tergolong di dalam kriteria
tersebut di atas dapat menghindarkan diri dari malapetaka ( menjadi makanan
Betara Kala ) tersebut, jika ia mempergelarkan wayangan atau ruwatan dengan
cerita Murwakala. Ada juga lakon ruwatan yang misalanya : Baratayuda,
Sudamala, Kunjarakarna dan lain-lain.
Selain
Sukerta, terdapat juga " Ruwat Sengkala atau Sang Kala "
yang artinya menjadi mangsa Sangkala yaitu jalan kehidupannya sudah terbelenggu
serta penuh kesulitan, tidak bisa sejalan dengan alur hukum alam ( ruang dan
waktu ) ini disebabkan oleh kesalahan-kesalahan perbuatan atau tingkah lakunya
pada masa lalu.
Fatwa leluhur tersebut bermaksud agar orangtua malaksanakan pemilihan yang
seksama akan calon menantunya atau bagi yang berkepentingan memilih calon teman
hidupnya. Pemilihan ini jangan dianggap sebagai budaya pilih-pilih kasih, tapi
sebenarnya lebih kepada kecocokan multi dimensi antara sepasang anak manusia.
Kriteria yang dimaksud yaitu :
Bibit :
yang berarti biji / benih
Bebet : yang berarti jenis / tipe
Bobot : yang berarti nilai / kekuatan
Untuk memilih menantu pria atau wanita, memilih suami atau isteri oleh yang
berkepentingan, sebaiknya memilih yang berasal dari benih (bibit) yang baik,
dari jenis (bebet) yang unggul dan yang nilai (bobot) yang berat.
Fatwa itu mengandung anjuran pula, janganlah orang hanya semata-mata
memandang lahiriyah yang terlihat berupa kecantikan dan harta kekayaan.
Pemilihan yang hanya berdasarkan wujud lahiriah dan harta benda dapat melupakan
tujuan “ngudi tuwuh” mendapatkan keturunan yang baik, saleh, berbudi luhur,
cerdas, sehat wal afiat, dan sebagainya.
Cinta, Waspada dan Pertunangan.
Peribahasa mengatakan: “cinta itu buta”. Berpedoman, bahwa hidup
suami isteri itu mengandung cita-cita luhur yaitu mendapatkan keturunan yang
baik, maka janganlah menuruti kata peribahasa tersebut. Pada hakekatnya
peribahasa itu sendiri pun mengandung “peringatan”. Memperingatkan, agar supaya
dalam bercinta tidak buta mata hati, mata kepala, dan pikiran.
Cinta kasih yang berhubungan erat dengan cita-cita justru harus diliputi
oleh waspada dalam hati dan pikiran. Waspada akan tingkah kelakuan satu sama
lain dan waspada akan penggoda di dalam hatinya sendiri. Kewaspadaan itu
menghendaki pengamatan dan penghayatan satu sama lain mengenai sikap dan
pendirian terhadap hal-hal yang penting yang sudah pasti dijumpai dalam hidup
antara lain soal keluarga, agama, kemasyarakatan, dan sebagainya.
Perbedaan sikap dan pendirian terhadap hal-hal yang penting (prinsip)
seperti diatas, niscaya akan mengakibatkan kesukaran dikemudian hari.
Persesuaian haruslah timbul dari keyakinan dan tidak dengan membohongi diri
sendiri, misalnya dengan berjanji atau memberi berkesanggupan dengan sumpah
lisan atau tulisan, pernikahan di muka kantor pencatatan sipil, dan lain
sebagainya tetapi di dalam hati masih ada keraguan.
Pertunangan
dengan atau tanpa tukar cincin adalah usaha untuk mendekatkan pria dan wanita
yang menjalin kisah dan hendak hidup sebagai suami isteri. Pertunangan tidak
boleh diartikan lalu boleh bergaul sebebas-bebasnya hingga perbuatan sebagai
suami isteri. Dalam hal itu calon isteri haruslah teguh hati, mencegah jangan
sampai terjamah kehormatannya. Ingatlah, bahwa calon suami atau istri itu bukan
atau belum suami atau istrinya. Sekali terjadi peristiwa dan sang wanita hamil
tidak mustahil menjadi persoalan sebagai pangkal persengketaan. Kalau sang pria
ingkar, pertunangan putus, sang wanita menjadi korban.
P E R K U T U T
Kegemaran memelihara burung perkutut /klangenan Perkutut
merupakan warisan budaya jawa yang hingga kini masih dilestarikan, hal ini
dimungkinkan di dalamnya mengandung nilai-nilai ajaran yang adiluhung sifatnya.
Para leluhur kita, khususnya orang Jawa, telah menempatkan burung Perkutut
begitu terhormat dibanding jenis burung yang lain. Burung Perkutut dianggap
punya tuah mistis yang bisa disejajarkan dengan tuah mistis pusaka (keris dan
azimat lainnya
Berkaitan dengan tuah mistis Perkutut tersebut leluhur
Jawa mewariskan ilmu tentang "katuranggan Perkutut" ( ilmu
hal ihwal perkutut ). Berdasar ilmu katuranggan tersebut, bisa diketahui
pengaruh burung Perkutut (yang mempunyai ciri-ciri tertentu) terhadap
pemiliknya. Ada burung yang setengah dianjurkan untuk dipelihara, ada juga
jenis yang tidak boleh dipelihara oleh sembarang orang.
Memelihara Perkutut dulunya lebih cenderung kepada suatu
klangenan. Artinya barang (dalam hal ini, burung) yang dimiliki bisa memberikan
rasa senang dalam batin atau bisa mempersembahkan keindahan kepada pemiliknya.
Dalam bahasa Jawa Kuno mempersembahkan keindahan istilahnya kalangon atau
kalangwan. Barangkali pula kata klangenan dalam bahasa Jawa kini
berasal dari kata kalangon atau kalangwan tadi. Sudah barang tentu yang bisa
mempunyai klangenan pada waktu dulu adalah golongan masyarakat priyayi,
berduit, atau punya kedudukan penting di tengah masyarakat. Dengan demikian
pengetahuan tentang Perkutut tidak bisa merambah ke rakyat biasa. Alasannya,
rakyat kebanyakan belum pas mempunyai klangenan, dikarenakan kesibukannya dalam
mencari nafkah.
Bagi rakyat biasa biasanya hanya sebagai penangkap burung
(tukang pikat). Dikarenakan Perkutut sebagai klangenan, maka para penangkap
burung memburu burung yang bagus kualitas suaranya memenuhi pesanan para
priyayi yang tinggal di kota. Sebaliknya para pemelihara yang menganggap burung
yang dipelihara sebagai klangenan, maka tidak terpikirkan untuk membudidayakan
atau mengembang biakkan dengan cara diternak. Akibatnya Perkutut di alam bebas
semakin langka yang bagus, bahkan cenderung punah.
Jaman sekarang kegemaran memelihara Perkutut
sebagai klangenan khas Jawa ini, rupanya telah menular kepada etnis Tionghoa
yang tinggal di bumi Jawa. Barangkali oleh orang Tionghoa yang bernaluri bisnis
tinggi, menganggap Perkutut bisa dijadikan sarana berhubungan dengan kekuasaan
yang ada. Dan kalau hubungan dengan kekuasaan terjadi, maka lancarlah
bisnisnya.
Orang-orang Tionghoa memang sangat jeli melihat peluang
bisnis. Begitu mengetahui burung Perkutut di alam bebas Indonesia mendekati
kepunahan, mereka mendatangkan burung Perkutut dari Thailand. Semula Perkutut
Bangkok kurang menarik bagi penggemar di Indonesia, karena suaranya kurang
memenuhi selera. Kesannya hanya besar tapi tanpa lagu. Para pedagang burung
Thailand (yang awalnya kebetulan juga etnis Tionghoa) sangat kreatif untuk
memenuhi selera pasar di Indonesia. Disamping mereka mengekspor burung ke
Indonesia, juga membeli burung dari Indonesia.
Perkutut Indonesia itu kemudian disilangkan dengan
Perkutut Bangkok. Bahkan persilangan begitu berkembang dengan berbagai jenis
Perkutut yang ada di Asia Tenggara. Dan hasilnya burung Perkutut Bangkok yang
di ekspor ke Indonesia bisa memenuhi selera penggemar di Indonesia. Sampai saat
ini hubungan silang menyilang Perkutut antara Indonesia dan Thailand terus
berlanjut. Maka semakin menarik dan menjadi tantangan bagi kita, Bangsa
Indonesia, untuk menggeluti Budidaya Perkutut agar warisan budaya ini bisa
dilestarikan.
Pada awal pertama seseorang berminat untuk memelihara
burung Perkutut seyogyanya berusaha memahami lebih dahulu tentang dasar suara
burung Perkutut. Pada masa sekarang, bunyi yang diminati para penggemar
sudah mengalami perubahan.
Meskipun demikian tetap saja menggunakan 5 (lima) pokok dasar penilaian
suara :
1. Suara depan :
hoor, kini telah berkembang dari nilai rendah ke atas : Hoor, Klaar, Wee, Kleo,
dan Klao.
2. Suara tengah :
kete, berkembang dalam beberapa jenis : - telon : te , sehingga bunyinya : hoor
te kuung - engkel : tete, sehingga bunyinya : hoor tete kuung - satu setengah :
tetete, sehingga bunyinya : hoor tetete kuung - double : tete tete, sehingga
bunyinya : hoor tete tete kuung - double setengah : tete tetete, sehingga
bunyinya : hoor tete tetete kuung - triple : tete tete tete, sehingga bunyinya
: hoor tete tete tete kuung
4. Irama : merupakan
perpaduan suara depan, tengah, dan belakang. Yang bagus lelah atau laras
(Jawa). Ketukan iramanya terdengar merdu menyentuh rasa keindahan, seolah-olah
menjadi perantara antara yang ada dan suwung.
Ibarat suara
gamelan dalam Pathet Manyura atau Pathet 9 yang mempunyai pengaruh menenangkan.
Sedang irama yang kurang baik adalah yang groyok dan rentet, suaranya mempengaruhi
perasaan menjadi gelisah.
5. Dasar suara atau latar.
Jenisnya beberapa macam, diantaranya : - Cowong tembus : bening merdu dan
mendengung, kira-kira seperti suaranya Pavaroti atau Nyi Condro Lukito. -
Cowong : merdu jangkauan suaranya sedang, Kristal : melengking tinggi dan
terdengar jelas bunyi (ng). - Arum : suara sedang tanpa bunyi (ng) - Alus atau
ulem (Jw.) - Kaku atau keras (atos, Jw.), belakangnya terkunci bunyi (k) : hoor
kete kuuk - Tebal (Kandel) : mantap terdengarnya. - Tipis (lemah) : lirih
suaranya.
Perpaduan lima dasar penilaian suara tersebut yang
menentukan bagus tidaknya suara Perkutut. Hal ini sulit dijelaskan dengan
tulisan, maka kami anjurkan untuk mendengar langsung secara praktek kalau ada
lomba atau latihan lomba. Pada dasarnya suara burung Perkutut tidak ada yang
sama persis meskipun berasal dari induk yang sama. Maka memilih suara butung
Perkutut untuk klangenan subyektif sekali sifatnya. Kecocokan hati setiap orang
terhadap suatu jenis suara burung perkutut tidak sama.
Maka suatu anjuran yang sederhana dan sekiranya bisa
dijadikan pedoman adalah memilih suara burung yang cocok dengan hati dan
perasaan kita masing-masing. Dengan demikian semakin mengendap kemampuan
spiritual seseorang akan semakin mudah menemukan suara burung Perkutut yang
sesuai dengan citarasanya.
Maka bisa dipahami juga kalau pada para penghayat
Spiritualisme Jawa kebanyakan juga penggemar Perkutut. Memang pada dasarnya
untuk bisa memahami tentang suara Perkutut dituntut pula pemahaman tentang
hidup yang selaras dan tenteram serta menjauhi semua kemungkinan persengketaan
dengan siapapun termasuk dengan alam.
Yang diinginkan adalah keindahan yang selaras sebagaimana
kebanyakan orang Jawa berpandangan hidup. Dalam bahasa Jawa Kuno dikenal kata
Kalangwan atau Kalangon yang artinya mempersembahkan keindahan. Dari akar kata
Kalangon itulah muncul kata Klangenan yang barangkali artinya menangkap atau
bergumul dengan keindahan.
Perkutut Putih.
Menurut wacana kejawen, perkutut putih dipercaya membawa
kekuatan magis. RM Ng Prodjosudardjo yang paranormal menyebutkan sebagi burung
siluman, jelmaan roh. Konon bisa membawa keberuntungan bagi yang memelihara,
tak heran berung jenis ini tidak hanya diburu para hobi. tetapi juga mereka
yang meyakini akan manfaat tuahnya
Sayangnya perkutut putih amat sangat langka, jangankan
yang sudah " kung " belum bisa apa pun asal seluruh bulunya warna
putih orang sudah berani menawar dengan harga tinggi. Terlepas dari kata
tidaknya, unsur magis menurut Ir. Suharno Budi Santosa, perkutut putih
sebenarnya merupakan kasus penyimpangan gen. Ini kasus langka dalam khasanah
perkutut. Prosentasenya sangat kecil dan belum tentu satu kasus dari seribu
perkutut.
Berdasarkan ciri fisik, akibat penyimpangan gen,
perawakan maupun suara perkutut putih lebih jelek ketimbang perkutut biasa.
Serba lebih kecil. Yang kata, perkutut putih tidak bisa ditangkarkan , karena
rata-rata perkutut putih itu mandul.
Mengamati kebiasaan serta perilakunyajenis perkutut ini ,
sebenarnya tidak ada yang istimewa. Tidak ada yang mencolok dibanding perkutut
normal. Sehingga kadang mengherankan, kenapa perkutut macam begini harganya
bisa setinggi langit, bisa puluhan juta rupiah.
Perkutut
putih tidak setiap saat bisa didapat, di pasar burung tradisional apalagi begitu
sulitnya mencari perkutut putih, sementara kenyataan permintaan pasar
cukup tinggi, sering membuat orang
berbuat curang, sehingga bagi pemula sulit membedakan
perkutut putih asli dengan yang " sudah dipermak "
Adapun sebagai acuan ciri ciri yang asli :
Paruhnya harus juga putih,namun agak kemerahan,kaki merah
muda,bulu ekor bagian bawah walaupun segaris/se titik biasanya ada unsur warna
coklat,demikian juga bulu sayap ada motif bintik bintik (blirik) transparan
coklat kemerahan.
GUNUNG LAWU
Di atas ketinggian 3.265 meter dari permukaan laut,
puncak Gunung Lawu yang merupakan bentukkan dari sisa kawah tak aktif, menjadi
daerah tujuan wisatawan menikmati lembah Tawangmangu yang menawan, Sarangan
dengan danau indahnya, birunya Laut Selatan, hingga suguhan sunset dan
sunrise.
Bahkan, desa dan kota-kota di sekitarnya, termasuk Solo,
menyuguhkan pesona dan keindahan luar biasa jika dinikmati dari Puncak Lawu.
Keindahan kian mencekam saat awan datang menebarkan selimut mayanya. Perbukitan
sontak disulap bak pulau kecil berbatas lautan awan. Tak ubahnya, pengunjung
seolah berada di atas awan laiknya kahyangan.
Di balik keindahan yang memukau, Puncak Lawu merupakan
sosok angker yang menyimpan misteri. Setidaknya ada tiga tempat yang
dikeramatkan, yaitu; Puncak Argo Dalem, Argo Dumilah dan Argo Dumiling.
Diyakini, Argo Dalem adalah tempat pamoksan Prabu
Bhrawijaya, sedangkan Arga Dumiling sebagai tempat pamoksan Ki Sabdopalon.
Sementara Arga Dumilah masih tetap menjadi misteri yang sering dipakai sebagai
arena olah batin dan meditasi.
Keangkeran Puncak Lawu tak lepas dari cerita tentang Raja
Majapahit, Prabu Brawijaya. Konon, melihat salah seorang anaknya, Raden Patah,
masuk Islam dan mendirikan kerajaan islam di Demak, Sang Prabu yang memeluk
agama Budha merasa gelisah. Muncul kegamangan tentang kelangsungan Kerajaan
Majapahit.
Untuk itu, dia bermeditasi, memohon petunjuk Sang Maha
Kuasa. Wisik pun datang yang mewartakan adanya kerajaan dan agama baru. Rampung
meditasi Sang Prabu berpesan kepada para abdinya mengenai saatnya ia turun dari
kejayaan. Sang Prabu juga berbagi wilayah kepada para abdinya, siapa yang
menguasai Gunung Lawu dan semua mahluk gaib hingga batas yang ia tentukan.
Yakni ke barat hingga Merapi/Merbabu, ke Timur hingga gunung Wilis, ke selatan
hingga Pantai selatan, dan ke utara sampai pantai utara dengan gelar Sunan
Gunung Lawu.
Dan Prabu Barawijaya pun moksa di Argo Dalem, dan
abdinya, Sabdopalon moksa di Arga Dumiling. Tinggalah dua abdinya yang lainnya,
Sunan Lawu Sang Penguasa gunung dan Kyai Jalak yang karena kesaktian dan
kesempurnaan ilmunya kemudian menjadi mahluk gaib yang hingga kini masih setia
melaksanakan tugas sesuai amanat Prabu Brawijaya.
Selain tiga puncak tadi, masih banyak tempat lain di
Gunung lawu yang diyakini mempunyai nilai spiritual, diantaranya:
Ø
Lumbung Selayur = Di lokasi ini
terdapat sumur yang digunakan untuk menyimpan bahan makanan para pengikut Prabu
Brawijaya.
Ø
Pawon Sewu = Terletak pada
pertengahan perjalanan pendakian menuju ke Puncak Lawu. Di tempat ini para
pengikut Prabu Brawijaya mendirikan dapur untuk memasak makanan.
Ø
Gua Selarong = Gua ini
dimanfaatkan para pengikut Prabu Brawijaya untuk bermalam sekaligus sebagai
tempat pemantauan.
Ø
Sendang Intan = Menurut
kepercayaan penduduk setempat, di sendang ini para wisatawan dapat memohon
berkah dengan cara minum air langsung ke mulut masing-masing dengan
menengadahkan muka. Semakin banyak air yang didapat semakin banyak pula berkah
yang diperoleh.
Ø
Jurang Pangari-Arip = Bila
para pendaki sudah mencapai tempat ini, mereka mempunyai harapan untuk dapat
mencapai Puncak Lawu. Dari tempat ini para pendaki dapat melihat Kawah
Condrodimuko.
Ø
Sendang Derajad = Menurut
kepercayaan masyarakat setempat, apabila para wisatawan mempunyai cita-cita
atau niat tertentu dapat terkabul apabila mandi di sendang ini.
Ø
Kepatihan:Tengen = Lokasi ini
merupakan tempat peristirahatan pengikut Prabu Brawijaya.
Ø
Pasar Diyeng : Di sini para
pengikut Prabu Brawijaya mendirikan pasar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Ø
Pandean Suroloyo : Di tempat ini
para pengikut Prabu Brawijaya membuat pusaka dan persenjataan mereka.
Ø
Telaga Kuning : Telaga ini
merupakan tempat mandi putra-putri pengikut Prabu Brawijaya.
Ø
Argo Fruso : Di tempat ini
Raja Brawijaya menyimpan pusaka-pusakanya.
Ø
Kayangan : Tempat ini
merupakan taman yang sangat indah tempat istirahat sambil menikmati pemandangan
alam yang indah.
Ø
Selo Pundutan : Merupakan
tempat untuk latihan olah kanuragan pengkiut Prabu Brawijaya dan masih
dipergunakan sampai sekarang oleh para pendaki puncak Lawu.
Patuhi aturan
Karena keangkerannya, siapa pun yang hendak pergi ke
puncaknya diharap mematuhi 'aturan'. Yakni larangan-larangan untuk tidak
melakukan sesuatu, baik bersifat perbuatan maupun perkataan. Bila pantangan itu
dilanggar di pelaku diyakini bakal bernasib naas.
Menurut penduduk setempat, beberapa pantangan yang tak
boleh dilanggar, diantaranya jangan mendaki jika jumlahnya ganjil, karena
'penguasa' gunung akan menggenapkannya dengan mengambil salah satu dari mereka.
Pantangan lain, jangan pernah sekali-kali menyombongkan diri, misalkan dengan
angkuh mengatakan bahwa mendaki Gunung Lawu tidak sulit dan sebagainya, karena
akan mengalami celaka.
GUNUNG MERAPI
Kepercayaan serta kosmologi manusia Gunung Merapi
didasarkan dalam Legenda Kyai Sapujagad. Cerita legenda itu terjadi pada waktu
Kerajaan Mataram kedua muncul dan mengambarkan hubungan pendiri kerajannya
yaitu ‘Panembahan Senopati’ dengan dunia gaib.
Kosmologi
manusia Daerah Gunung Merapi terdiri dari lima bagian yaitu Kraton Mataram
Yogyakarta di tengah yang berada di dunia manusia dan Kraton Mahluk Halus
Gunung Merapi ke utara, Kraton Laut Selatan ke selatan, Gunung Lawu ke timur
dan Khayangan, Dlephih ke barat yang berada
dalam dunia gaib. Akibatnya dari Legenda Kyai Sapujagad
adalah perjanjian bahwa Kraton Mataram Yogyakarta bertanggungjawab untuk
memberi sesajian kepada para mahluk halus di empat tempat yang lain dalam
kosmologi manusia. Dalam kembalinya rakyatnya akan dilindungi oleh para mahluk
halus tersebut. Perjanjian itu berbentuk Upacara Labuhan yang dilakukan setiap
tahun sekali dan mulai pada tanggal 25 bulan Bakdamulud di Laut Selatan.
Kraton Mahluk Halus Merapi di dalam kosmologi Kraton
Yogyakarta dipercayai oleh penduduk dipimpin oleh mahluk halus bernama ‘Empu
Rama’ dan ‘Permadi’ dan menurut orang yang lain oleh ‘Kyai Merlapa. Selain
pemimpin di dalam kratonnya penduduk juga percaya dalam macam-macam tokoh lain
yang mendiami kraton itu. Kepercayaan manusia tentang Kraton Mahluk Halus
Merapi tidak hanya dipercayai oleh Kraton Yogyakarta tetapi juga memperluas sampai
rakyat desa-desa di lereng gunungnya. Rakyat tersebut punya kepercayaan tentang
dunia akhirat.
Menurut mereka waktu manusia meninggal rohnya akan
mendiami tempat-tempat yang tergantung pada perlakuan hidupnya. Kalau orang
waktu manusia melakukan hidupnya yang baik, rohnya akan tinggal di dalam Kraton
Mahluk Halus Merapi atau Kraton laut Selatan. Sebaliknya kalau orang waktu
manusia melakukan hidupnya yang tidak baik, rohnya akan dibuang dari kratonnya
dan mendiami batu, pohon, tempat sepi dan sebagainya. Selain kepercayaan dunia
akhirat itu manusia Gunung Merapi juga punya kepercayaan mengenai
tempat-tempat angker serta binatang-binatang sakral di daerahnya.
Menurut kepercayaan penduduk daerah Gunung Merapi kalau
gunungnya akan meletus mahluk halus Kraton Merapi akan memberikan tanda kepada
manusia. Biasanya tanda itu dalam bentuk mimpi yang termia oleh para dukun atau
‘juru kunci’ Gunung Merapi.
Dari dua
daerah penelitian ditemukan beberapa persamaan dan hanya sedikit saja
perbedaan. Walaupun kepercayaan manusia di dalam kedua daerah penelitian memang
adalah kepercayaan berbeda, kepercayaannya didasarkan dalam asal usul yang
sama. Dalam pemeriksaan ke dalam asal usulnya ditemukan tiga unsur yang
bersama. Semua legenda dan upacara didasarkan dan disah dalam sejarah, yaitu
Daerah Tengger bersejarah kerajaan Majapahit dan Daerah Gunung Merapi
bersejarah kerajaan Mataram kedua.
Lagi pula kebanyakan kepercayaan manusia terhadap gunung
berunsur agama Hindu-Budha dari zaman kerajaan Hindu-Budha atau kepercayaan
animisme dari zaman prasejarah. Kalau orang Jawa beragama Islam, Kristen atau
agama yang lain biasanya mereka juga punya kepercayan yang berasal Jawa. Dalam
kepercayaan manusia berasal Jawa tersebut gunung-gunung memang berperan yang
sangat penting.
HA NA CA RA KA
HURUF
|
BACA
|
|
![]() |
Ha
|
Hana hurip wening suci - adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha
Suci
|
![]() |
Na
|
Nur candra,gaib candra,warsitaning candara-pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi
|
![]() |
Ca
|
Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi-satu arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal
|
![]() |
Ra
|
Rasaingsun handulusih - rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih
nurani
|
![]() |
Ka
|
Karsaningsun memayuhayuning bawana - hasrat diarahkan untuk kesajetraan alam
|
![]() |
Da
|
Dumadining dzat kang tanpa winangenan - menerima hidup apa adanya
|
![]() |
Ta
|
Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa - mendasar ,totalitas,satu visi, ketelitian dalam
memandang hidup
|
![]() |
Sa
|
Sifat ingsun handulu sifatullah- membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan
|
![]() |
Wa
|
Wujud hana tan kena kinira - ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya
bisa tanpa batas
|
![]() |
La
|
Lir handaya paseban jati - mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi
|
![]() |
Pa
|
Papan kang tanpa kiblat - Hakekat Allah yang ada disegala arah
|
![]() |
Dha
|
Dhuwur wekasane endek wiwitane - Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar
|
![]() |
Ja
|
Jumbuhing kawula lan Gusti -selalu berusaha menyatu -memahami kehendak Nya
|
![]() |
Ya
|
Yakin marang samubarang tumindak kang
dumadi - yakin atas titah /kodrat Illahi
|
![]() |
Nya
|
Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki - memahami kodrat kehidupan
|
![]() |
Ma
|
Madep mantep manembah mring Ilahi - yakin - mantap dalam menyembah Ilahi
|
![]() |
Ga
|
Guru sejati sing muruki - belajar pada guru nurani
|
![]() |
Ba
|
Bayu sejati kang andalani - menyelaraskan diri pada gerak alam
|
![]() |
Tha
|
Tukul saka niat - sesuatu harus dimulai - tumbuh dari niatan
|
![]() |
Nga
|
Ngracut busananing manungso - melepaskan egoisme pribadi -manusia
http://akangkoclok.blogspot.comhttp://akangkoclok.blogspot.com |